Menanti Waktu Yang Tepat

Thursday, March 31, 2005

By Sam (300305.13.48)
Perenungan Kecil

“Tuhan tidah pernah terlambat dalam memberikan pertolongan kepada setiap umatnya. Karena Tuhan akan memberikan sesuatuyang diinginkan tepat pada waktunya”

Sahabat ...
Terima kasih kau kirimkan kalimat ... saat bintangku tak memberi sinar. Tak ada bantahan dalam hatiku, .... kuangguk dan amini. Kuingat saat batinku terantuk ragu dan kuyakini setiap hatiku memar dalam jatuh. Kuikatkan kalimat itu pada percayaku ... hingga satu hari kutahu ku akan tahu deretan kata itu bukanlah sekedar lagu merdu.

Semalam aku merenungkannya dalam jurang. Dalam lubang yang aku gali untuk menyembunyikan gundah dan berbaris pertanyaan tak terjawab. Tempat aku lebih bisa menyampaikan protesku pada Dia yang membuatku berlakon dipanggungku. Tempat aku lebih banyak mengeluh meski kusadar Dia tetap akan terdiam.

Kupertanyakan pada Dia ....
Mengapa mentatihkah langkahku untuk satu hal sederhana yang kupinta. Memberiku plot peran yang bukan skenario yang Dia inginkan.

Kuminta jawabNya ....
Mengapa menghentikan langkahku, mendiamkanku dengan coba. Menghadirkan rahmat di saat ku tak harus membawanya.

Kembali kutanya ....
Haruskah kau padamkan bara disaat aku mulai merasa, Dan mengapa memberikan makna yang tak boleh kugenggam

Kuteriakkan protes kepadaNya ...
Lewat berpuluh mengapa, beratus bagaimana dan beribu kalimat tanya lainnya

Dia tetap tak ada jawab ....

Mungkinkah ini semua karena aku lebih banyak tanya tanpa sedikit bisa memahami dan mengerti setiap langkah yang Dia cipta? setiap takdir yang Dia garis? Atau sedikit mensyukuri setiap jalan yang telah aku lalui?. Lena bahwa hidup ini adalah sebab akibat ... bahwa hidup ini ... hanya menanti jawab diwaktu yang tepat!. Padahal sebenarnya Dia telah menyiapkan segalanya dengan rapi. Aku hanya cukup menunggu dalam doa dan usaha.

Aku diam!

Sahabat ....
Mungkin aku hanya perlu menyisihkan sekeping sabar dan segenggam keyakinan untuk menunggu .... waktu itu datang!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 3/31/2005 07:45:00 AM - 7 comments

Ziarah

Tuesday, March 29, 2005

By Sam (290305.16.09)

Lima tahun lalu ...
Kulihat perlahan jenazah bapak diturunkan. Dan liang lahat menyambutnya. Tapi kami anaknya ... cucunya bahkan ibuku dalam berat melepaskannya. Kerumunan pelayat bagai keheningan bagiku. Semua episode kebersamaan terkilas dan menyayat. Ketidak relaanku menggelayut. Penyesalanku membeban, aku belumlah cukup membalas bakti!. Bunga-mawar melati runtuh menyebar di pusara yang tertutup dan menyematkan kata berpisah, kulihat mata ibuku tampak tak kering meratap kesedihan, dan kurasa hatiku mulai hampa.

Empat tahun lalu ...
Aku menemui Bapak dipusaranya. Penyesalan dan bebanku taklah berkurang. Tak kulihat warna lain kecuali kelabu. Dan tak kucium wangi lain kecuali bunga pedih baktiku yang lamban tertatih. “Bapak aku ... belum mampu membahagiakanmu, begitu cepat kebersamaan kita hilang!”. Kutinggalkan makam dengan kerumunan peminta-minta dengan rengekannya yang menampar ketidakberdayaanku.

Tiga tahun lalu ...
Warna kelabu itu masih ada, demikian pula wangi pedih sesal batinku saat pusara Bapak aku kunjungi terik hari. Bahkan ku rasa aku kian terseok. Berkaca pada masa lalu yang kuharap bisa kembali,... tak bisa kuulang. Kubayangkan aku bisa lebih memberi perhatian Bapak, menemaninya menonton wayang atau bersama melagukan tembang-tembang jawa, atau setidaknya menyeka keringat di dahinyanya saat aku di boncengan sepedanya. Sedikit menengok dunia milik bapak yang jarang kusentuh dan ku apresiasi. Irisan hatiku menginginkan waktu itu kembali... tapi detak takdir teruslah berjalan. Aku dalam persimpangan.

Dua tahun lalu ....
Aku berdiri menatap nisan yang mengering tanahnya, perlahan bungan ziarah kutaburkan .... hatiku tak berasa, meski sebagian telah jatuh dan ikut layu.

Setahun lalu ...
Aku berbicara dengan Bapak. Kukatakan aku akan tersenyum hari ini. Berpaling dari masa lalu yang membuat aku buram. Beranjak dari pedih dan gundah yang membeban serta patuh pada waktu yang taklah bisa kuharap kembali. Menyadari kebodohan tiga tahun ini. Tak bijak makin menyendat Bapak dengan derita disaat masa lampaupun bahagia tak bisa kuberikan. Kutahu bukan ini yang Bapak mau, keyakinanku meneguhkan Bapak inginkan aku bisa tunjukkan bahwa aku mampu. Mampu mensenyumkan diriku juga mengeringkan air mata ibu. Baginya bahagiaku adalah milik dia. Kutatapkan wajahku kedepan, ada bulir bening mengalir hangat. Bulir kelegaan dan keyakinan ...Bapak ada di sisiku, menyelimutiku dengan ajaran dan kasih.

Setahun akan datang ...
Aku meyakinkan
“Bapak aku akan datang bersama bahagiaku, dan senyum ibu ....!”

posted by kinanthi sophia ambalika @ 3/29/2005 06:12:00 PM - 5 comments

Rencana Reunian Mahasiswa Semester Lalu

Thursday, March 24, 2005

By Sam (240305.09.58)
[Click The Title: They are in the Action]

Sepagi ini Hpku terguyur SMS. Mulai dari salam mesra .... (* ehem-ehem!, perhatian, kekawatiran, protes hingga konfirmasi acara hari ini. Diantara beberapa nama yang mampir ternyata ada satu nomor asing yang tak ada di Caller Idku. Kupikir lebih praktis untuk segera membukanya daripada mengira-ngira nomor siapa ... bagiku langkah ini lebih praktis bila tak mau dikatakan aku lemah dalam mengingat no telpon!

Cukup panjang Pesannya:

“Ass.wr.wb....., bgmn kbrnya Pak?, Renc-nya qta mo weekend di puncak 3 hr 2 mlm. Bpk bisa ikut gak? Klau bs diusahaain ya. Plissssssssss ...... sekalian reunian hehe – helmy uai”

Agak berkenyit aku membacanya, begitu banyak singkatan layaknya bahasa SMS yang mengadopsi ejaan telgram. Helmy! Bagaimana aku lupa. Anak tambun ini satu dari 25-an mahasiswaku di Universitas Al-Azhar semester lalu. Dan reunian?...gak salah? Batinku. Kami khan baru terpisah dua bulan lalu. Wah!

Aku tak heran dengan sms kali ini. Keakraban dan kekompakan yang bersama kami ciptakan di 2 mata kuliah yang aku pegang sebelumnya rasanya cukup melekatkan kami hingga sekarang meski semester ini aku libur mengajar. Bisa jadi keterbukaan system mengajar yang aku terapkan dan dekatnya beda usia kami menjadikan kami tak ada batas formalitas. Selain itu aku single ... mungkin ini juga merupakan selling point tersendiri, Duh! Bagiku mengajar tak hanya sebagai profesi, ada satu hasrat tersendiri untuk memposisikan diri sebagai partner dalam mendidik daripada sekedar mengajar atau berbahasa keren ...Transfer ilmu. Mengingat bukan ilmu semata yang kita berikan tapi juga moralitas. Tak jarang dalam kelas diskusi suasana jadi begitu hidup dan bersemangat karenanya. Sepertinya aku harus meminta maaf dengan dosen-dosen senior dengan tanpa mengurangi rasa hormat bahwa tata cara mengajar mereka selama ini .... aku dekonstruksi!

Bila jadi kepergian ini adalah yang kedua. Pertama terjadi saat Helmy sebagai penggerak mengutarakan keinginan teman-temannya untuk melakukan study tour sesuai mata kuliah kelayakan bisnis yang mereka ambil. Mulanya ini sekedar keinginan sambil lalu tapi anggukan dan supportku menjadikan kepergian pertama kami ke Tapos bogor cukup memahat kesan dan kegilaan. Bagaimana tidak. Peserta kali ini menjadi 45 orang, tambahannya justru berasal dari jurusan lain! Asyik saja berada diantara mereka dalam suasana yang sama sekali tak formal. Banyak hal yang terpelajari justru didapatkan di saat saat seperti ini. Suara-suara mereka sebenarnyapun lebih terdengar terlebih lagi hujatan dan pujian mereka.

Dan saat kunjungan ke Tapos ini berakhir banyak mulut berujar.
“Pak di set kunjungan berikutnya ya... ke jogja bagaimana Pak?”
“Bisa nginap tempat Bapak khan?”
“Seminggu gitu loh pak!”

Ehem!

Sms Helmy aku balas dengan kepastian yang tentative, setidaknya aku ada keinginan bergabung mesti tidak full. Paling tidak aku ingin tahu detail schedule mereka untuk menyesuaikan. Ku minta Helmy seperti biasa memaparkan by phone besok pagi.

Click-clik ... sms balasan Helmy kuterima.

“ Thanx Y Boss..!”

posted by kinanthi sophia ambalika @ 3/24/2005 11:26:00 AM - 1 comments

Sudah Sholat….?

Sunday, March 20, 2005

By Sam (200305.00.03)

Click-clik…. Suara lirih Hpku memberitahu ada SMS tiba.
Dari sahabatku!

“...Sudah sholat?...” pesan terakhir berupa pertanyaan ini lebih membuatku blank dalam sejenak. Tidak saja karena singkatnya tapi juga sifat pribadinya. Siapa begitu peduli dengan urusan orang dengan Tuhannya … urusan yang lebih dari kata tabu karena menyangkut harga diri dan moralitas. 90 detik lebih kubuang dengan satu pemikiran, bukan menimbangkan jawaban “sudah!” atau “Belum!” tapi kembali menjadi satu pertanyaan dasar….mengapa dia tanyakan. Satu ketidak percayaan, keraguan atau sekedar basa basi … ?

Saat hal-hal riil yang menjadi dasar hubungan persahabatan dengan teman mulai terbagun dan terlihat nyata secara horisontal. Tiba-tiba dia mencuatkan dengan pertanyaan vertikal. Biasanya hanya Ibu dan Bro ku yang beringan hati menanyakan ini saat mereka tahu adzan menggema. Meyakinkan kewajibanku atas apa yang telah aku pilih dan anut. Mereka telah memberikan hal terbaik dalam hidup mereka meski kami berbeda keimanan. Dan kini sahabat baikku......!

”Thanks friend!“

Click-clik hpku kembali berbunyi
Kulihat monitor hp-ku memberi notice
”Message Delivered“

posted by kinanthi sophia ambalika @ 3/20/2005 07:17:00 PM - 5 comments

’Amartapura’ Karaoke

By Sam (190305.10.32)
[Click the Title: Welcome to the Amartapura Karaoke]

“Ajari tante dong bagaimana menyanyi yang benar!“
“Ya … duh gimana sih ambil nafasnya…” Yang lain menimpali tak kalah semangat

Wah ... acara karaoke sore ini akhirnya menjadi Coaching Class singkat. Aku tak heran! Demikian juga dengan tunangan Bro-ku yang ikut hadir.

Bro-ku tak pernah diragukan dalam urusan menyanyi. Luar biasa, hanya itu kataku kala dia mulai ambil suara. Lagu menjadi berjiwa begitu dilagukannya. Satu talent yang membuat beda diantara kami. Membuatnya sedemikian lebih diterima karena kelebihannya itu, menjadikannya hidup dengan kagum dan tepukan. Saat aku hanya mahir dengan lagu-lagu standart sekitar jangkauan suaraku, dia bisa lebih terdiversifikasi disemua jenis musik bahkan di lagu-lagu yang baru dia dengar sekalipun. Aku hanya menyerah dalam ke jealous-an. Beruntung sekali dia tak mengenal Blog, media lain yang jauh dari talentnya. Tempat aku lebih bisa mengenal dunia yang kumau.

Kedatangan kami di ‘Amartapura’ karaoke … begitu aku sebut tempat itu, bukanlah yang pertama kali. Bukan seperti Nav-Nav atau Happy Puppy Karaoke yang umum bisa kunjungi. Tempat ini merupakan karaoke pribadi ini milik seorang teman, berada di puncak apartement Amartapura Apartement Karawaci. Ruang berukuran 3 X 5 ini terasa begitu wah dengan layar projector raksasa, mixer dan segala tetek bengek sound system canggih yang dikendalikan dari remote seukuran PDA! Hebatnya ada kurang lebih 500 keping DVD disana dengan ribuan lagu di dalamnya. Kitapun bisa merekam lagu dan suara kita langsung ke dalam CD. Surga kecil bagi kami yang Banci Karaoke!

Coaching Class ini terasa makin panjang, beberapa family teman kami malah ikut bergabung. Beberapa lagupun dicoba. Aku dan tunangan bro-ku terisolir dari topik pembicaraan dan nyanyian.

”Mbak bagaimana kalau suvenir weddingnya nanti, VCD photo session pre wedding kalian saja“ Ujarku mulai beride membuang kebosanan. “Suara bro khan bisa jadi background!”
”Ah ....“ Mata tunangan bro-ku jelas menyiratkan satu pertimbangan dalam, satu ketertarikan. ”Boleh juga tuh, trus bikinnya dimana?
”Loh tempetku khan bisa!“
”He.... he….,” Tuangan bro-ku berkomentar singkat penuh makna.
“Napa hehe?”
”Undangan dah di kamu, dokumentasi juga trus sekarang souvenir apalagi nanti?“
”Kalian dapat murah khan,“ Jawabku tak mau kalah.
”Dasar otak dagang!”
“Ha..ha…ha……… “

Kubayangkan bila ruang karaoke ini bisa dikomersilkan. Berapa tahun ya balik modal. Mungkin malah gak worthed. Beruntung next song adalah laguku. Aku bisa sedikit meletakkan otak dagangku. Memakai mulut untuk sekedar menunjukkan aku juga bisa bersuara!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 3/20/2005 07:16:00 PM - 1 comments

Saxophone Café Bangkok

By Sam (190305.21.27)
[Click Title: You Will see My Bro, Sony, Jaa & Me In Bangkok]


Kepalaku hampir tak tahan lagi untuk tak terkulai. Kucoba untuk fokus mencermati mobil yang saling berkejaran di jalan tol siang ini. Sebenernya ini sangat melelahkan meski aku tak berada di belakang kemudi menuju ke tempat klien, namun kedatanganku di kantor jam 6 pagi tadi cukup menguras tenaga apalagi malam sebelumnya kami driving golf habis-habisan.

“Kemarin lihat Java Jazz Pak?,” Ujarku membuka percakapan dengan Pak Bayu parnerku di consultant. Berharap sekali kantuk ini terusir, ” Bagus gak?”
“Bagus …bagus banget!” Wajah Pak bayu berbinar menyahut topic menarik ini, ” Saya malah sampai jam dua. Berdesakan tapi exited gitu…!”

Mungkin aku salah memilih topic jazz kali ini. Memang sejak keberangkatan tadi lagu-lagu fourplay memenuhi telingaku dari tape mobil, tapi pada nyatanya ku tak berada di JHCC untuk menonton pergelaran akbar itu. Begitu Pak Bayu mulai tune in di topic ini aku hanya bisa mengangguk-angguk dan mengamini tanpa komentar yang berbobot. Dangkal! Kantukkupun mulai menjadi. Sebaliknya Pak bayu makin bersemangat dan tak terhentikan.

Kepalaku melayang ke ingatan 2 tahun silam di Bangkok. Sony temen Thailand kami mengajak aku dan Bro-ku ke Saxophone Cafe setelah dimanjakan dengan makanan yang penuh experient di Anna Cafe. Pukul 01.30 pagi tempat ini masih menyala dengan semangat musik jazznya. Letaknya di tengah kota tak ubahnya dengan beberapa cafe resto di Jakarta. Bedanya musik jazz yang sajikan begitu kental, hidup dan hebatnya ... tak memekakkan telinga. Jarang ada tempat dengan live music yang demikian sempurna sound systemnya hingga tiupan flute dan desah nafas singer-nya menjadi sajian yang demikian exotic. Aura yang dibangunpun cukup membuat awak panggung dan penonton seakan tak berjarak, menjalin kesertaan emosi yang sedemikian bersahabat. Keterpesonaanku tak usai malam itu.

”Mas .... dah sampai nih!“ Suara Pak bayu begitu dekat.
”Sampai?“ Jawabku bingung

Ampun ... aku terlelap tadi!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 3/20/2005 07:13:00 PM - 0 comments

Studio VS Agent Model

Wednesday, March 16, 2005

By Sam (160305.16.24)
[Click on the title: Citra & Sapta will be Surprise]

Bukan tanpa alasan bila 2 minggu lalu aku mengajak sobat kentalku, Citra dan Sapta suaminya ke Ragunan. Semula Citra menolak mentah pergi ketempat hiburan yang dalam pikirannya tergolong terlalu merakyat ini.

“Mengunjungi sanak family nih!” Celetuk Citra diujung sana. ”Ogah ah!”
“Kita mo motret lagi!” sahutku menyakinkan
“Yang bener loe ….. , mau-mau….. Kapan?”

Sudah kuduga!

Belakangan Citra banyak impian. Semangatnya cukup membarakan angannya untuk punya bisnis sendiri seperti aku. Tepatnya … dia cukup jengkel dengan beberapa smsku disaat jam kerja dia berada dipuncak “…. Gua pulang! Ngantuk mo tidur!”. Enaknya!. Kesabarannya mulai menipis disaat pikiran dan waktunya terlalu terpasung di perusahaan konstruksi Jepang …. Tak lebih dari romusa! katanya. Salah satu keinginannya adalah mempunyai Studio Photography. Terlebih dia dulu pernah mempelajarinya. Wajar bila tawaranku ini segera diterimanya! Aku tak heran.

Meski waktu berskenario lain. Hari itu kami bertiga mengalihkan rencana ke Musium Nasional didampingi Mamato, Kamipun tak seutuhnya jadi subyek pemotret tapi malah kebanyakan menikmati peran kecil kami sebagai obyek photo. Bergaya dan amat narcist …. ! Counter di digicamku menghitung puluhan photo telah kami ambil. Belum lagi yang diambil dari kamera manual Citra dan Sapta. Sayangnya Tiga hari kemudian Citra mengabarkan semua photo di kameranya…terbakar! Ampun deh!. Untungnya Citra cukup tegar.
“Namanya usaha, pasti ada 2 kemungkinan,” Katanya datar.” Kalau tak Berhasil ya gagal! Tapi siapa tahu berhasil atau gagal kalau tak mencobanya khan.
“Ternyata kamu cukup bisa menyerap petuahku selama ini … ya.” Ujarku mengejek.
“Huek!”

…………

“Halo … Cit gua barusan dapet VCD portfolionya photographer yang bakalan motretin pre wedding kakak gue nih!” Kata beritaku meluncur di gagang telepon siang ini dengan semangatnya. “Gila bagus –bagus banget!
“Masa…?”
“Bener!” Mataku tak lepas dari layar monitor PCku yang menayangkan slide-slide indah photo-photo pernikahan. ”Lihat tuh dia jeli banget ambil obyek tiap framenya, pencahayaannya patent!” Aku jadi tak sadar kalau Citra tentunya tak bisa melihatnya sendiri PCku secara langsung’”
“Gue kayaknya blon bisa bikin seperti itu deh!”
“Iya sih..” Tanpa berfikir aku mengamini hal yang tak seharusnya.

Citrapun berdehem kecil diujung sana.

Secepatnya aku tersadar dan memecahkan kesalah ucapanku “Loe tahu gak saat lihat portfolio ini aku ada dua keinginan”
“Dua?”
“Ya… pertama gua ingin geluti dunia photografi.”
“Selebihnya…!”
“Gua ingin menikah …..!”

Tawapun pecah!

“Jadi loe mo ambil peran sebagai subyek dan obyek sekaligus? Gitoh?”
“Kalo bisa kenapa enggak… gua khan suka motret, tapi gua khan suka juga di photo …. Apa susahnya khan”
“Ah elo… mana bisa begitu!” Citra tahu aku mulai mengacau,”Cari pacar dulu sono! Hahaha. Eh gini aja, saat kakak elo adain photo session kita hadir sekalian ikut motret, lalu hasilnya kita jadiin portfolio, gimana?”
“Ok juga….emm jadi kakak gua ya yang jadi modelnya di portfolio itu nanti?”
“Iya lah nanti kita yang potret, gimana sih!,” Citra makin tak sabaran
“Boleh gak … beberapa shoot nanti gua yang jadi modelnya!”
“Kita khan mau buka studio …. bukan agent model!”
“Tahu, tapi ….’”
“Udah deh … narcist Loe!”

Clik…!!! Tut…. Tut ….. Tuttttttt …..


posted by kinanthi sophia ambalika @ 3/16/2005 04:59:00 PM - 5 comments

Thanks to You ….

Saturday, March 12, 2005

By Sam (110305.7.15)
http://catetan-rere.blogspot.com/
[Click the Title: Rere will be smile]

Tepatnya awal Desember 2004 lalu, setelah reuni SMA digelar di Harzt Chicken Pasar Festifal Kuningan. Kutemui lagi Rere, rekan sekolahku di Yahoo Messenger. Dia bukan saja sekedar teman SMA, jauh dari itu. Rere sudah aku kenal sejak TK. Gadis kecil paling cantik di kelas. Semua terpesona dengan rambutnya kemerahannya dan kulit yang jelas berbeda anak Jawa lainnya. Perbedaan mencolok yang amat sangat membekas. Termasuk juga gelarnya sebagai Miss Crying. Baru setelah reuni tempo hari aku mendapat jawaban memuaskan kenapa Rere selalu tak lepas dari tangan mamanya dan memaksa pulang dengan mata basah dan wajah ketakutan. Semua hanya karena …. Bahasa! Oh! Ternyata bahasa Jawa bukanlah bahasa ibunya. Bisa dimengerti kenapa saat itu dia seakan tak sepaham dengan kami. Menjadi suatu akhir cerita sehingga hal kecil ini menjadi satu olok-olok yang menarik bagi kami. Hebatnya Rere masih ingat akulah yang paling getol melakukannya. Benarkah. Aku tersanjung!

Di SD Rere tetaplah yang tercantik. Sayang dia lebih memilih rekanku Arif yang pandai badminton untuk duduk sebangku dengannya daripada aku yang langganan juara kelas. Mungkin keusilan dan kecerewetanku lebih merupakan musibah bagi dia daripada suatu hadiah. Aku mau bilang apa. Waktu berlanjut di SMP dan SMA, Rere makin menunjukkan dirinya. Di testimonial Friendsternyapun semua kata teman-temannya kuamini. Ree kini tak jauh dari Rere yang aku kenal sejak kecil dulu. Hanya satu kata yang bisa kuberi : Salut!

Dari chat di Yahoo Messenger hari itu Rere mengenalkanku pada Blog. Media asing yang kupandang dengan kernyitan dahi. Mungkin bukan aku kalau tak banyak tanya dan tanya. Hingga Rere memberi solusi jitu:

“Coba aja dulu deh!”

Kubaca tuntas blog punya Rere. Menarik dan jujur. Dunia kata yang sejauh ini hanya bisa aku simpan bukan dibagikan. Dunia kata yang telah aku lupakan bersama semangat menulisku yang hilang. Hilang karena hampir seluruh tulisan yang pernah kubuat terhapus saat CPU machintoshku dipinjam temen kampus. Bukan saja tulisanku yang tak bisa kembali tapi juga rasaku.

Menjelang liburan akhir tahun kumulai sign up blogger dengan keinginan untuk tak menyimpan kata-kata sendiri. Namun tak banyak yang bisa ku tulis kecuali posting cerita-cerita jiwa yang kukumpulkan dari setiap email yang aku terima. Blogkupun tak lebih dari template belaka. Tak ada yang istimewa. Tapi aku coba berbesar hati mempromosikannya. Satu hal yang tak disangka saat Menerima SMS Nien-Nien. Temen yang aku kenal di friendster dan tak lain adalah adik kelasku semasa kuliah di Petra dulu. Testimonialku adalah yang ke 150 baginya. Wow! Dan dorrprize yang diberikan cukup mencengangkan. Nien-nien akan merenovasi blogku. Segala macam bentuk komunikasi standart di layoutnya. Demikian juga dengan Mamato, Jarak kantornya yang hanya berapa blok meluasakan aku untuk berkonsultasi masalah perblog-an. Rasanya tak habis keduanya memberikan bantuan teknis untuk media satuku ini.

Aku cukup tercengang dengan jalannya waktu. Semula blog yang kupandang sebagai media narcist pengukuh rasa ego penulisnya ternyata semua tak sepenuhnya mendapat anggukan kepala. Bahkan bagi diriku sekalipun. Lambat tapi pasti hasrat menulisku kembali mencair dan menetes. Kepalaku tak henti memikirkan, ber-ide dan berimajinasi. Aku di halau kembali ke dunia yang selama ini aku tinggalkan. Bukan untuk mengagumi hasil diri tapi membagi apa yang kini tak lagi cukup untuk aku simpan. Bola salju makin menggelinding ke bawah. Beberapa rekanpun mulai mencoba dan mendapatkan media guna menunjukkan expresinya, meninggalkan jejak jati diri.

Saat ku-posting tulisan ini aku akan segera mengunjungi blog Rere dan melink-nya, membuzz nya di yahoo dan mengatakan

“Re, ….. aku telah mencobanya!”

Mungkin Rerepun akan lupa dan tak mengingat ucapannya dulu. Namun usahanya untuk mengenalkan aku dengan blog. Menjadi satu bulan madu yang manis untuk diingat. Dan menjodohkan aku kembali dengan keasyikanku.

“Thanks to you, Re….”
“Nien, Mamato ….. It’s not about my writing it’s about my life…..! thanks to you too…..”

posted by kinanthi sophia ambalika @ 3/12/2005 09:18:00 AM - 7 comments

Childish Side

By Sam (110315.22.55)
[Clik the title: Maya & Bagus will show up]

Kepulangan ke Jogja, rumahku. Selalu membawa bahagia tersendiri. Bukan saja melepas jenuh keberadaan jakarta tapi lebih dari itu. Menemukan kembali kehangatan dan ketenangan berada diantara Ibu, dan keluarga lainnya. Disamping mengingat hidup yang pernah sejenak ditinggalkan.

Merasakan ciuman ibu kala menyambutku dan kakakku pulang adalah hal indah. Bisa jadi ini ritual rutin tradisi keluarga kami tapi, bagiku dua detik itu memberi makna mendalam. Bisa kurasakan ketenangan bahkan kekawatiran beliau di sentuhannya. Tatapannya selalu membuatku bersyukur bahwa aku berada dalam asuhannya. Kuingin waktu berhenti untuk lebih lama merasakan ini. Membuatnya tak berakhir.
“Oom…..!” Teriakan riang menyela itu membuatku sirna memikirkan ketakutanku saat pesawat berguncang di cuaca buruk sebelum pendaratan tadi. Maya & bagus, dua keponakanku menyambut kedatanganku. Kakak beradik yang cukup kompak namun jauh bertolak sifatnya. Keduanyapun cukup bongsor untuk ukuran umurnya. Bagus sang kakak cukup sabar, pendiam tapi aktif dalam urusan olah raga utamanya sepak bola, tipe anak yang tak banyak keinginan dan menyerahkan keputusan pada orang tuanya. Beda dengan si adik yang bisa dikata terlalu banyak mau dan cakap. Sikap yang tak jauh dari Oomnya sendiri. Aku!

“Tadi naik pesawat ya Oom” Tanya Maya di sela ciumanku dipipinya.
“Ehm…” Ujarku pendek. “Kalian makan apa sampai gemuk begini”.
“Ya makan nasi gitu loh!” Maya kembali cepat menyahut sementara bagus seperti biasa hanya mengeluarkan jurus senyumnya. Sembari menampakkan giginya.
“ Gitu loh…?” aku tertawa, rupanya kata itu tak hanya populer di jakarta Saja. Herannya anak kecil lebih cepat menyerap hal-hal baru begini.

Mereka berdua dengan sabar menungguku di luar kamar saat aku ganti. Seakan tak memberiku waktu istirahat. Maya telah menyodorkan boneka sponge Bobnya. Sementara Bagus sudah bersiap dengan pistol panah berujungkan karet yang bisa menempel di dinding. Keduanya tahu betul siapa yang bisa diajak bermain. Hal yang tak dilakukannya pada kakakku atau malah adikku yang lain.

Akupun seringkali meladeni permainan itu bahkan tepatnya menikmati. Berguling, melempar, berkejaran, menyeret-nyeret mereka dan bergelak bersama. Tak jarang dengan diam-diam kami pergi ke time zone, menonton gajah di alun-alun atau berputar keliling kota dengan motor. Keduanya tahu kalau akau tak pernah melarang apapun selama dalam batasan yang jelas. Bahkan aku tak segan untuk ikut dalam permainan itu tak peduli dimanapun. Ada kalanya slip terjadi, mereka memanggilku untuk join dalam permainan dengan temen sebayanya. Kalau sudah begini kurasa jaim memang perlu.

Kedekatan emosiku dengan anak-anak bisa jadi satu hal istimewa. Kadang justru sering mengejutkan karena tak jarang menemui mereka yang sama sekali belum aku kenal tapi langsung lengket bahkan sudah bisa berceloteh banyak tentang hal-hal yang awam. Bagiku sendiri bukan masalah yang besar bila membiarkan diriku berkunjung ke masa kecil itu sesekali waktu. Menghadapkan diriku kembali pada kepolosan dan kemurnian cara berfikir dan memandang. Melihat hitam dan putih lebih jelas lagi.

“Oom besok ke galeria yuk”
“Ngapain…?”
“Itu Oom main mainan yang diatas itu loh.”
“Time zone?”
“Ya … !”
“Ok ….”
“Habis itu mampir ke KFC ya Oom”
“Boleh …..”
“Beli Dora ya Oom, kayak punya Tata!”
“Mmmmm?”
“Hamster Juga, ya!”
“Waks…banyak amat?”
“Es krimnya yang di gardena juga enak lo, Oom!”
“Emang mau diapain?”
“Dibeli … lagi!”
“Kalo gitu uang sakunya minta Mama yack!
“Beressssss…!

Duh leganya!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 3/12/2005 09:15:00 AM - 1 comments

I Won't Last a Day without You

Wednesday, March 09, 2005

By Sam (090305.10.00)

" ……. If all my friends have forgotten half their promises ... They're not unkind, just hard to find ... One look at you and I know that I could learn to live ... Without the rest, I found the best ... When there's no getting over that rainbow ... When my smallest of dreams won't come true ... I can take all the madness the world has to give ... But I won't last a day without you ……………… "

Aku tergelak usai menyanyikan bait lagu Carpenter diatas, ABG berat! (Angkatan Babe Gue!...gitu).

“Are U sure?” Tanya rekanku keheranan.
“Yup...why?”

Kamipun kembali tertawa. Mungkin rekanku menganggap aku bercanda. Tapi tidak bagi aku.

Hanya karena Nomat free “Hitch” dengan Group Tennis bersepuluh traktiran B’day Arik. Pertanyaan ini jadi meluncur wajar. Lagu apa sih yang ingin kamu dengar saat menikah nanti ... pertanyaan macam di buletin Frenster begitu. Meski terdengar tak ada tendensi dan keseriusan dibalik pertanyaan itu tapi tergelitik juga untuk menjawab dan mulai memilah lagu yang tepat.

“Bukannya itu lagu lama, karatan lagi .... malah kinipun kamu gak bisa lihat live concert mereka” Kembali nadanya menyiratkan ketidak setujuan yang teramat sangat.

Bener juga menurut logikaku. Tapi keinginan bukanlah hal yang tertaut erat dengan satu kelogisan. Bisa malah sebaliknya. Tak ubahnya membicarakan cinta!

“Aku suka syairnya” Jawabku datar tak berexpresi. “ dari awal hinggal bait usai tak ada keinginan yang berlebih kecuali satu permintaan sederhana untuk tetap terdampingi. Tak lebih dan kurang. Menempatkan cinta pada hal yang tepat dan wajar. Simple!”.

Kuingat alur menarik “Hitch” ... cerita menarik mengenai perjodohan, yang pada dasarnya tak ada aturan yang baku untuk itu. Ekspresiku berubah nanar. Ku jadi pertanyakan apakan keinginan yang simple ini akan menghadapkan diriku pada alur pencarian yang simple pula. Atau justru ....

Kembali kuteguhkan keinginanku lewat senandung lirih lagu yang sama:


" ……..Touch me and I end up singing ... Troubles seem to up and disappear ... You touch me with the love you're bringing ... I can't really lose when you're near ……."

posted by kinanthi sophia ambalika @ 3/09/2005 01:11:00 PM - 2 comments

Under Construction ....

By: Sam ( 090305.09.03)

Hanya karena keinginan berganti wajah,
http://samwords.blogspot.com sementara vakum hampir seminggu. Diganti dengan istilah teknis yang lebih familiar “Under Construction” mesti kejujurannya adalah “No Understand”. Loh!

Keirian kadang membelenggu. Meski berkali kubilang wajar toh tak ayal juga aku tetep menginginkan skinku cakep dan matep seperti blog rekan yang lain. Seperti punya Yaya yang banyak mimpinya, punya nien-nien yang banyak cantiknya, punya Angga yang membuatku tak berkatup mulut atau TusukGigi yang banyak akunya, juga punya si Mamato yang simple tapi kena. Atau punya siapa-siapa lagi dengan ke khas-annya. Aku kehabisan akal.

Payahnya aku bener-bener “No Understand” dengan ragam istilah dan layouting blog ini. Aku tak cukup sabar untuk mencoba satu persatu. Jadilah keinginan yang menggantung tanpa eksekusi sama sekali. Blog awal begitu beda dengan sentuhan Nien-nien. Kali ini kayaknya mukaku tak cukup tebal meminta bantuan Nien-nien yang nun jauh disana disaat beban kerja tak kalah banyaknya. Agaknya ada Mamato yang dengan berbesar hati menerima macam instruksiku diatas ketidaktahuanku untuk mengubah “penampakan” Blog ini.

Bukan sesuatu yang wah! yang kuingin, karena memang bukan saatnya (kalau tak mau dibilang bukan kelasnya). Namun yang cukup “gue” itu saja. Bermodal photo-photo narcis yang didapat dari photo sesion di Musium Gajah di merdeka barat bersama Mamato, Citra dan Sapta sobat kentalku beberapa hari sebelumnya. Blog diolah Mamato dan jadi seperti kumau. Simple dan cukup ada “gue”! Cukup membuatku percaya diri hadir diantara blog-blog berkategori “non Templete”!.

Sepertinya bukan aku kalau tak berusil tangan untuk mencoba meng-otak-atik blog yang telah jadi sekedar mengatakan pada diri bahwa aku “Bisa Juga”. Namun keasyikanku harus terhenti karena bukan malah bagus yang kudapat ... tapi hancurlah yang ada didepan mata ... entah logika dari mana hingga beberapa photo bertukar dan beberapa bagian hilang. Waduh ..... celaka... waduh !. %^$&%(%^&&*(&^*^*&% heerrrrrrrrrrrrxxxxxx!!!!!

SOS! Pls......!!!

Sekali lagi aku harus bertebal muka untuk bilang “Tolooooong!” (* desperate mode : on)

posted by kinanthi sophia ambalika @ 3/09/2005 10:15:00 AM - 1 comments

Efek Domino Pukul 2 Pagi

Thursday, March 03, 2005

By: Sam ( 030305.14.31)

Ada kala aku mesti mengangguk mengamini kata orang.. Kali ini giliran pepatah “Hari berjalan dimulai dari mood pagi“. Bila mood pagi begitu indah, sepanjang haripun akan terasa mudah dan sebaliknya. Bila mood seperti petaka mungkin sampai malampun kita akan dapat neraka. Bener benar kutukan....

Apajadinya bila moodku bener benar celaka dini hari begini. Pukul 2! Aku sudah terbatuk dengan hebatnya tak sangka AC kamar lupa dikecilkan. Masalah belum juga usai karena seketika itupula aku tak bisa pejamkan mata. Rasanya bener-bener terisolir berada diantara orang-orang yang menikmati dunia mimpinya sementara aku masih terjaga.

Pukul 4.30 aku terjaga sekembali dari lelapku yang sama sekali tak menyenyakkan. Sepupuku telah bangun dan mempersiapkan bekal ke kantornya di dapur sepagi ini. Aroma nasi gorengnya mmenyeruak kamar. Sedikit banyak akau anti dengan menu satu ini. Miskin sayur! Namun bukan itu gerutuku makin menjadi. Rasanya badan ini pegal bergerak. Aku semakin bertanya-tanya apakah gara-gara driving golf semalam atau gara-gara kejadian dini hari ini. Aku hanya ingin pastikan pepatah itu tak berlaku. Itu saja! Kupaksa moodku untuk kembali ke level normal, sampai-sampai kakakku keheranan.

”emang mau kemana?“ Selidiknya saat melihat apa yang aku pakai.

Juluran lidah jawabanku bisa diartikan banyak makna. Pastinya aku ingin praktis hari ini. T-shirt lama yang kudapat di Mabung Kronr Thailand 2 tahun lalu, Celana kargo pinggang karet dan sepatu putih obral di Why Pay More Suntec City lebih menampakkan aku akan berlari pagi di senayan daripada ke kantor. Tapi inilah enaknya usaha sendiri hingga berpakaianpun bisa disuka sekehendak hati. Sedikit banyak moodku telah naik.

Nyata nya ini bukan awal yang baik karena mood itu perlahan dan amat sangat pasti menurun inchi demi inchi. Mulai dari perkara teknis maupun non teknis. Mulai dari AC workshop yang tak beres hingga menyisakan keringat bercucuran, kerjaan mengantri hingga jam makan siang, sementara badan makin tak mau kompromi. Belum lagi telpon salah sambung, komplain yang tak jelas, hingga aku harus berhadapan dengan beberapa pelanggan yang masuk dalam daftar hitam senyum kecutku.

Ambil contoh pelangganku: Mr. Tak tahu.

Karena seringkali dia datang dengan pikiran blank dan tak tahu apa yang disuruhkan oleh bossnya. Karena baginya tugas dia hanya membawa pekerjaan secara fisik bukan mendeskripsikannya! Tak kalah seru biasanya kami ikut berbengong menghadapi kebingungannya.

Atau Miss Soalnya!

Miss satu ini tak pernah tak menyebut kata soalnya. Satu kata yang lebih tepat adalah persoalannya sendiri tapi entah dia gemar sekali menjadikan hal ini menjadi masalah orang lain. Mungkin akan lebih bisa ditolerir bila dia mau menyisakan senyum atau sekelumit wajah simpati. Tapi dua hal ini terlalu jauh dari harapan. Kali inipun dia datang dengan persoalannya yang bikin geleng-geleng.

”Bisa dicepetin gak?“ selanya diantara orang-orang yang antri, ”soalnya aku bawa nasi, gak enak kalo nanti keburu dingin“ walah!
Tak cuman wajahku, air muka yang lainpun terlihat mulai keruh.
”Kalo telpon bisa pinjam gak?“ Selanya beberapa menit kemudian, ”Soalnya aku lupa tadi disuruh apa“

Please deh .......!!!

Moodku sesiang ini harus bertahan dari ciptaan Tuhan yang memang beragam. Seperti efek domino yang di mulai pukul 2 dini hari tadi digelindingkan. Moodkupun makin jauh dari kemudahan. Kuusahan untuk selaku berfikir positif dan senyum. Tapi rasanya ini tak lebih dari kemunafikan. Ada baiknya aku jadi orang yang menyebalkan hari ini. Ada kalanya bad mood perlu juga dinikmati!

“Ada payung” Suara Miss Soalnya terdengar lantang
“Buat apa” Jawabku penuh tanya. Tanpa meninggalkan nada tinggi. Dan wajah masam.
“Soalnya hujan diluar, Kalo balik kantor takut basah!”

Bener-bener gak modal!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 3/03/2005 04:39:00 PM - 1 comments