Cintaku Tak Abadi

Monday, February 18, 2008

By Be Samyono (04022008.00.31)

Terik siang membakar kulit kepala, perlahan mengelupaskan luka pedih yang tak pernah kering atau tak mau kering tepatnya. Karena kita terlalu seringkali kembali mengoyaknya. Kau masih tetap di jalanmu, masih memandang pagi. Mengharap matahari tetap dingin sembari menarikan cahaya saga diufuk timur. Kaupun masih mengurung embun. Menginginkannya tak jatuh dari dahan atau menguap bersama kehangatan mentari. Tetap sama itulah pintamu. Tanpa ada yang berubah.

Kita dipersimpangan dalam ingin yang bercabang. Saling mengulur waktu mengharapkan keluluhan hati untuk mengikuti ingin kita. Namun tak ada yang mencair disana. Hati kita memang bukan batu. Namun telah dipahat dengan tujuan yang berbeda. Pupus sudah untuk bisa luruh.

“Cintamu tidak abadi!”
“Cinta kita telah bertahan hingga jari kita tak cukup untuk menghitung purnama,tidakkah itu jadi bukti?”
“Cintamu tidak abadi!” Kamu mengulang

.......

“Benar!” Akhirnya katamu kuanggukkan.

Mengangguk. Bukan saja kepalaku tapi juga kebenaran ini mengakuinya : Cintaku tak abadi. Cintaku tak lagi bisa ditaruh di dedaunan diantara murninya embun juga tak bisa dilambungkan untuk menggapai sejuknya awan pagi. Jelas, cintaku kini bukanlah cinta yang dulu kau ingini.

Tapi kau tak harus menangisi. Karena cintaku kini tak lekang tertempa terik matahari siang dan berani untuk menuntunmu melihat bintang malam. Dia bukanlah sekedar sejumput kata manis terbisik ditelinga juga bukan hanya hangat peluk didada yang pernah aku selipkan di pagimu. Tapi kini dia telah menjadi satu keyakinan. Keyakinan untuk menggenggam tanganmu menghadapi matahari dan keyakinan untuk bersanding menatap bintang dini hari. Keyakinan yang dulu hanya kekulit angan.

Masihkah kau pinta KEKEKALAN,
Sementara .......
Aku telah mengajakmu menuju KESEMPURNAAN

Labels:

posted by kinanthi sophia ambalika @ 2/18/2008 06:08:00 AM - 5 comments