Ziarah
Tuesday, March 29, 2005
Lima tahun lalu ...
Kulihat perlahan jenazah bapak diturunkan. Dan liang lahat menyambutnya. Tapi kami anaknya ... cucunya bahkan ibuku dalam berat melepaskannya. Kerumunan pelayat bagai keheningan bagiku. Semua episode kebersamaan terkilas dan menyayat. Ketidak relaanku menggelayut. Penyesalanku membeban, aku belumlah cukup membalas bakti!. Bunga-mawar melati runtuh menyebar di pusara yang tertutup dan menyematkan kata berpisah, kulihat mata ibuku tampak tak kering meratap kesedihan, dan kurasa hatiku mulai hampa.
Empat tahun lalu ...
Aku menemui Bapak dipusaranya. Penyesalan dan bebanku taklah berkurang. Tak kulihat warna lain kecuali kelabu. Dan tak kucium wangi lain kecuali bunga pedih baktiku yang lamban tertatih. “Bapak aku ... belum mampu membahagiakanmu, begitu cepat kebersamaan kita hilang!”. Kutinggalkan makam dengan kerumunan peminta-minta dengan rengekannya yang menampar ketidakberdayaanku.
Tiga tahun lalu ...
Warna kelabu itu masih ada, demikian pula wangi pedih sesal batinku saat pusara Bapak aku kunjungi terik hari. Bahkan ku rasa aku kian terseok. Berkaca pada masa lalu yang kuharap bisa kembali,... tak bisa kuulang. Kubayangkan aku bisa lebih memberi perhatian Bapak, menemaninya menonton wayang atau bersama melagukan tembang-tembang jawa, atau setidaknya menyeka keringat di dahinyanya saat aku di boncengan sepedanya. Sedikit menengok dunia milik bapak yang jarang kusentuh dan ku apresiasi. Irisan hatiku menginginkan waktu itu kembali... tapi detak takdir teruslah berjalan. Aku dalam persimpangan.
Dua tahun lalu ....
Aku berdiri menatap nisan yang mengering tanahnya, perlahan bungan ziarah kutaburkan .... hatiku tak berasa, meski sebagian telah jatuh dan ikut layu.
Setahun lalu ...
Aku berbicara dengan Bapak. Kukatakan aku akan tersenyum hari ini. Berpaling dari masa lalu yang membuat aku buram. Beranjak dari pedih dan gundah yang membeban serta patuh pada waktu yang taklah bisa kuharap kembali. Menyadari kebodohan tiga tahun ini. Tak bijak makin menyendat Bapak dengan derita disaat masa lampaupun bahagia tak bisa kuberikan. Kutahu bukan ini yang Bapak mau, keyakinanku meneguhkan Bapak inginkan aku bisa tunjukkan bahwa aku mampu. Mampu mensenyumkan diriku juga mengeringkan air mata ibu. Baginya bahagiaku adalah milik dia. Kutatapkan wajahku kedepan, ada bulir bening mengalir hangat. Bulir kelegaan dan keyakinan ...Bapak ada di sisiku, menyelimutiku dengan ajaran dan kasih.
Setahun akan datang ...
Aku meyakinkan
posted by kinanthi sophia ambalika @ 3/29/2005 06:12:00 PM -
5 Comments:
Hhhhm, jadi inget bahwa gw juga belum sempat membalas kebaikan Bapak. Beberapa hari ini Bapak sering datang.. mudah2an beliau baik2 saja.
Good story Sam...
Apa yang telah dia beri adalah yang terbaik ya Sam..dia ingin selalu yang terbaik untuk harapannya..semoga kamu bisa lanjutkan harapan2 dia..salut for this posting bro..
rio
pheeww... i can't imagine the feeling, i guess it's like a piece of me lost forever. just say a prayer, that's all you can do. my condolences.
Sam,
Trully is a difficult thing to be reminded especially this matter, however, should we all wanted to realize that actually we are queueing our time. May your posting reminds all of to really doing good deeds while on earth.
I trust that this greetings finds you well and not too much deeply sunken in grief. ;-)
My warm regards from across the ocean.
Cheers,
;-)
Dear
Mamat, Akbar, Rio & Luigi...
I just can say "Big Thanks..bro!"
Post a Comment
<< Home