Friends … We are on Men'sHealth again!

Friday, January 27, 2006


By Sam (27012006.16.40)
Secarik Langkah



Sebenarnya ini bukan pertama kalinya wajah-wajah anggota team kami muncul di majalah Men’sHealth Indonesia. Meski di beberapa edisi lalu kami muncul umumnya itu bukan karena adanya acara kami. Kami hanyalah undangan atau peserta di beberapa acara yang diadakan oleh Men’sHealth Indonesia. Majalah yang mempunyai milist
menshealth@yahoogroups.com ini memang wadah mula kami sebagian besar anggota tenis kami membentuk diri. Wajar bila ada kedekatan antara mereka dengan kami. Namun kiranya bukan kedekatan itu yang membuat kami muncul disana sini.

Kehebohan kami mungkin itulah jawabnya. Bagaimana tidak, diantara anggota milist Men’sHealth kamilah yang paling kompak dan solid. Itu bisa terjadi karena kami mempunya komunitas tersendiri di dalam milist Men’sHealth tersebut, yaitu milist MHI-Tennis kami (MHI-Tennis@yahoogroups.com). Sehingga di setiap acara kedatangan kami selalu heboh karena sudah saling kenal dan akrab selain kesadaran kami yang amat sangat dengan kamera!. Konyolnya mereka-mereka yang sering datang di acara Men’sHealth tak lain adalah kami-kami anggota team tennis. Jadi seakan bila ada liputan muncul … ah serasa ada kami lagi kami lagi! Ampun!

Image hosting by Photobucket


Namun di Men’sHealth edisi Februari 2006 kali ini sungguh beda. Tepatnya di halaman 55, liputan yang ada khusus memberitakan tentang komunitas tennis kami yang tepat berusia 1 tahun! Wah. Serasa liputan ini adalah hadiah special dari Men’sHealth Indonesia karena sejauh ini hanya komunitas tennis kami yang bisa bertahan bahkan berkembang sebagai satu komunitas olahraga hasil bentukan dari milist Men’sHealth. Dan sepertinya ulang tahun kami belakangan banyak memberikan inspirasi beberapa anggota milist Men’sHealth lainnya yang jumlahnya seribu lebih (kami hanya: 50-an orang) untuk membentuk komunitas-komunitas olahraga baru seperti renang, jogging, basket bahkan gym!

Tak ada kata bangga yang berlebihan yang kami punya, kecuali satu syukur akan keberadaan kami yang bisa bertahan, dan berkembang dengan positif sejauh ini. Harapan besar kami cukup sederhana yaitu kami bisa mempertahankan kedekatan kami sebagai satu kekeluargaan dalam komunitas tennis kami. Itu saja!

Salam sehat dan sukses!
TEAM MHI-TENIS (MHI-Tennis@yahoogroups.com).

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/27/2006 05:17:00 PM - 8 comments

Tak Layak Cinta Untuk Dikata

Sunday, January 22, 2006



By Sam (22012006.20.59)
Secarik Cerita



“Aku mencintaimu!”

Ingin ku menyakini kata yang kau ucapkan petang itu, juga kata-kata yang sama yang tak henti kau ucap disaat kebersamaan menyatukan atau pun menjauhkan kita. Benarkan kau mencintaiku? … kembali dan kembali justru pertanyaan ragu ini lebih memenuhi kepalaku. Ku berada di sudut ketimpangan memahami kata cintamu.

“Kau mencintaiku?” Tanyaku gamang.
“Aku mencintaimu” Ujarmu meyakinkan penuh kepastian.
“Kau tidak mencintaiku!,” Ucapku perlahan. Desir angin membawa kataku jauh dari telingamu. Kau tidak mendengarnya. Selalu tak mendengarnya karena kau hanya punya mulut untuk berkata bukan telinga untuk mendengar.

……………

Kamu tidak mencintaiku tapi memakuku pada kata cintamu. Kau ingin selalu dekat denganku karena mencintaiku, kau ingin menikah denganku karena mencintaiku, juga kau tak ingin ku meninggalmu karena kau mencintaiku. Kau … tidak mencintaiku, sadarkah bahwa kau … mencintai dirimu sendiri! Kau lihat tak ada cinta untukku bahkan untuk kita berdua sekalipun. Cinta bukanlah paku untuk memasung raga, bukan pula sangkar untuk memperangkap jiwa. Sebaliknya dia adalah sebuah sayap yang bisa membuat kita terbang bersama semangat dan keberanian kita, dia adalah api yang selalu bisa menerangi dinginnya jiwa untuk selalu hangat dalam selimut kasih dan kebersamaan. Cinta adalah kata untuk kita. Bukan untukmu ataupun bagiku.

Ragaku masih dalam kelu untuk bisa mengambil nafas sekalipun, jiwakupun tertambat jenuh dalam sangkarmu. Takkah kau rasai ini bahwa cintamu memang bukan untukku. Bahwa cintamu untuk dirimu. Sungguh tak layak cinta untuk dikata dengan cara seperti ini. Entah sampai kapan kau mau menatapkan matamu pada realita dihadapmu, merasakan dingin yang mulai membekukan hatiku, juga berhenti untuk selalu berkata dan berkata.

Mugkin esok, atau lusa atau entah kapan ... tapi aku yakin kau akan mendengarkan kataku, membuka daun telingamu!

………….

“Aku mencintaimu,”

Aku tahu kata ini bukan lagi terucap dari mulutmu, tapi aku tak tahu apakah dia yang kini bersamaku mempunyai telinga yang lebar untuk bisa mendengar kataku. Bahwa dia sesungguhnya … juga tidak mencintaiku, tapi mencintai dirinya sendiri!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/22/2006 10:52:00 PM - 9 comments

Back To The Gym

Saturday, January 21, 2006


By Sam (20012006.17.48)
Secarik Langkah



Seingatku terakhir aku menginjakkan kaki di gym tahun 2000 lalu di Apartemen Taman Sejahtera Jogjakarta. Program 3 bulan membership kala itu aku ambil bersama rekan kuliah karena kebingungan mau olah raga apa. Kalau ingat betapa mubazirnya ikut fitness kala itu. Tidak saja karena waktu latihan hanya kami gunakan untuk renang santai dan duduk di sepeda statis. Tapi juga waktu seusai dari gym kami banyak dihabiskan di tempat-tempat makan favorite kami. Lelah dan lapar selalu jadi alasan untuk melonggarkan program peras keringat kami! Semuanya jadi percuma!

Awal tahun inipun akhirnya dengan pertimbangan panjang kali lebar dan masih dikalikan dengan tinggi aku kembali ke gym. Diantara sekian banyak alasan karena musim hujan begini kegiatan tennis seringkali tak bisa beraktifitas, belum lagi pertumbuhan kesamping badan ini harus segera di tindaklanjuti. Dan kalau mau berfikir lebih ilmiah lagi sepertinya segala aktifitas keseharianku serta pola makan yang ada, membuat badanku kurang gerak sehingga seringkali kebugaran dan kenyamanan beraktifitas mulai menurun. Maksud hati … lebih memilih untuk mengayuh sepeda atau jogging di pagi hari, atau bila mungkin renang di hari yang lain. Tapi rasanya keinginan ini harus cepat aku kubur. Jakarta bukanlah jogja dimana udara bersih masih layak untuk dihirup belum lagi kemacetan disana sini kurasa semangatku akan terkuras sebelum sampai tempat tujuan. Gym menjadi pilihan paling tepat. Selain letaknya kebanyakan di dalam kota, waktu aktifitaspun bisa kapan saja, belum lagi keragaman fasilitas tambahannya ada seperti squash, pingpong juga …kadang ada renang!

Clark & Hatch Metropolitan aku pilih karena sekali lagi tak jauh dari kantor disinipun ada beberapa rekan tennis yang telah menjadi member disana. Setidaknya sebagai pemula aku telah mematok target seminggu tiga kali harus hadir untuk lebih memaksimalkan membershipku. Saat hari pertama masuk gym kudapati 2 kelompok disana yang cukup dominan. Disatu sisi ada kelompok orang-orang yang amat sangat hiper sekali dalam membentuk tubuh. Datang hampir tiap hari, memuja bentuk tubuh dan rela berkeringat dengan menganggkat beban berkilo-kilo melebihi berat badanku. Disisi lain kelompok yang melihat gym sebagai social style. Mereka lebih suka bersantai di treat mill atau static bike dengan majalah ditangannya, nongkrong di sekeliling meja bar, dan tak tampak keringat di bajunya meski model pakaian mereka tak kalah dengan kelompok yang pertama.

Sementara aku melihat diriku …. ? apakah aku masuk salah satu kelompok diantaranya? Akh. Aku ingin tertawa sendiri. Jujur saja fitness bukan olahraga yang aku suka. Aku merasa tak bebas untuk teriak atau berjingkrak-jingkrak seperti yang seringkali aku lakukan dilapangan tennis, aku bagai kehilangan rasa kompetisi layaknya sebuah permainan. Tapi aku sudah disini. Mau tak mau aku harus menetapkan tujuan sendiri untuk latihanku agar keberadaanku disini tak aku sesali. Kupikir mungking metode ASKRING = asal kringetan lebih cocok untukku. Karena tujuan utamaku disini adalah bugar secara stamina dan sehat. Sehingga aku lebih suka berlama-lama di treatmill untuk mempertahankan kondisi staminaku atau ikut kelas yoga, salsa misalnya. Untuk latihan beban aku berupaya untuk tak over training kawatir proporsi yang tak seimbang antara besar otot dan tinggiku membuat aku seperti PENDEKAR = pendek dan kekar. Atau malah beban-beban itu membuat aku makin pendek …. hahaha. Fokusku hanya pada perut yang belakangan ini lebih menyerupai Mrs six month pack daripada Mr. six pack….

……………………

Pagi ini sobatku Citra muncul di YM dengan pertanyaan seputar hari pertamaku di gym.

“Gimana fitness-nya”
“Ok ……………… kok!”
“Entar makin berotot gitu dong!”
“Jelas gaklah, aku khan bukan niat mo gedhein badan”
“Loh trus buat apa ikutan fitness?”
“Yah ,biar badan lentur aja?” Jawabku berdalih sekenanya.”
“Mmmm … kalau gitu bukannya mending loe ikutan BALLET?”

Duh! Serasa mati kutu!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/21/2006 12:04:00 AM - 5 comments

Telah Kurasai Rindu ini

Wednesday, January 18, 2006


By Sam (18012006.09.00)
Secarik Cerita



Air masih mengguyur deras di pelataran berdedaunan, gemericiknya berebut menyentuh bumi meninggalkan nada dalam keteraturan. Jendelaku masih memantulkan rintiknya dalam temaran lampu yang kuredupkan. Kapan hujan akan berhenti? Tak ada jawab pasti, mendungpun tak pernah tahu sampai kapan memayung. Seperti juga bila kutanya kapan kau kembali. Mungkin hatimupun tak pernah akan tahu kapan akan berhenti berlari.

Pandangku dalam kelam, hanya kudapati bayangmu, menarikan di antara pikirku. Desahku dalam dingin, hanya menghembuskan bisikmu, gelak dan riang suaramu. Sebelah jiwaku … apakah ini arti dari kata merinduimu.

……….

“Pernahkah kamu merindukanku?” Tiba-tiba saja Rindu melemparkan tanya. Sekejap dipandanginya aku, meski tangannya tak lepas dari sendok dan garpu yang sedari tadi diaturnya di atas meja makan.
“Memang kenapa?” Heranku menyeruak.
“Kamu tak pernah katakan itu.” Jawabnya cepat.

Kutuang sparkling juice di dua gelas berkaki. Kubiarkan pertanyaan Rindu menggantung tanpa jawab. Tak berapa lama meja makan selesai kami atur. Spaghetti yang bersama kami buatpun telah tersaji lengkap dengan pencuci mulut dan pelengkapnya. Berdua kami duduk mengitari. Seperti pekan-pekan yang lalu, Rindu suka mengambil tempat dekat jendela. Cahaya siang menerangkan rautnya yang indah alami meski kali ini ada tanya tak terjawab disana, dia masihlah secantik bunga lily.

“Aku tidak tahu apa itu arti rindu,” Jawabku meluncur ditengah santap kami.
Kudapati raut muka Rindu berubah dalam keterpanaan.
“Mari kita berhitung. Sehari kau terima lebih dari 20 pesan dariku, setidaknya 3 kali dalam seminggu kita bertemu, akhir pekan kita lewatkan bersama di meja makan seperti sekarang. Mungkin harus ditambah dengan berapa kali dering telepon yang saling kita bunyikan. Coba kalikan dengan berapa lama waktu kebersamaan kita?. Lihat …. kamu tak pernah jauh dariku. Bagaimana mungkin aku merindumu?”

Rindu melihat cinta dalam rasa, juga dalam kata. Sebaliknya aku memikirkannya dalam logika dalam korelasi-korelasi nalar. Sepertinya inilah yang belakangan menjadi perdebatan kecil kami dan sejauh ini belum ada kompromi yang bisa melunakkan kekerasan kami. Memengertikan kami akan perbedaan ini. Dan bisa ditebak selera makan kami hilang ditelan kebisuan. Kebersamaan ini berakhir dalam sepi.

Tidak hanya sepi hari itu, pekan itu tapi juga bulan lalu dan hari-hari belakangan ini. Hingga aku dalam tanya, Salahkah kipikir cinta dalam logika. Ataukan kesalahan kami yang selalu mengharapkan cinta kembali seperti apa yang telah kita beri.

……….

Mendung masih belum tahu kapan akan berhenti memayung. Pandanganku dalam kelam masih tajam mendapati bayangmu, masih menarikanmu diantara pikirku. Juga desahku dalam dingin masih menghembuskan bisikmu, gelak dan riang suaramu. Sebelah jiwaku … aku tahu, aku telah merasai apa arti merinduimu!


posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/18/2006 11:13:00 AM - 8 comments

Mati Perlahan Ala Negeri Ini

Saturday, January 14, 2006


By Sam (14012006.21.23)
Secarik Perenungan



“Semir Pak?” Kudengar suara bocah di ujung pundakku.
“Kamu …. ?”
“Lho … Kakak ya?
“Ngapain kamu disini?”
“Kakak sendiri sedang apa, malam begini?

Ditengah keterkejutan kecil ini, rupanya tak ada kata jawab yang terucap diantara kami. Yang ada hanyalah saling tanya! Akh …. alangkah lucunya. Dunia begitu sempit ternyata. Biasanya bocah ini kutemui di pagi hari saat menuju kantor, di antara mobil dan motor sebelum traffic light perempatan. Dengan tangan memanggul koran, selalu diselipkan segulung pos kota di kaca mobilku. Tanpa kata dan ucap! Enam hari sekali kuulurkan uang lembar sepuluh ribu, dan selalu dikembalikannya uang seribu yang telah dia siapkan dan kemudian dia pergi. Berlalu, dan sekali lagi tanpa kata juga ucap. Hanya senyum jenaka yang ditinggalkannya. Senyum yang mengikatkan aku dengan korannya selama setahunan ini.

“Saya kan menyemir Kak kalau malam!” Jawab polosnya akhirnya meluncur.
“Aku kesini untuk makan. Jarang ada rujak cingur di Jakarta. Dan kudengar disini enak. Kamu mau?”
Kupandang bocah itu dengan tawa. Wajahnya menggeleng sedikit bergidik. Ku bisa mengerti tak banyak orang yang doyan dengan makanan khas Surabaya ini. Jangankan untuk memakannya melihat tampilannyapun pasti sudah turun selera. “Ok deh, kamu semir saja sepatu kakak!”
Wajah polos itu nampak lebih berseri. Diambilnya sepatu sledger coklat tuaku sembari diterimanya minum jeruk hangat yang kusodorkan.

“Kamu suka dengan pekerjaan kamu menjual koran?” Sedikit kusesali pertanyaan bodohku. Logikanya tak ada anak seusia dia yang akan senang terampas masa kanaknya untuk berjualan koran di antara asap kendaraan. Tapi tanya itu telah meluncur.
“Enggak sih” Jawaban yang bisa aku tebak. Namun jawaban ini tak memupuskan rasa penasaranku.
“Kenapa?”
“Beritanya memprihatinkan melulu!” Jawaban yang diluar dugaanku terdengar ringan, “Belum selesai ada wabah flu burung, ada kelaparan, ada demam berdarah, ada tanah longsor, ada banjir. Sekarang malah rame soal formalin, zat pewarna juga daging tikus.”

Kuhentikan suapanku, pikirku melayang mengikuti ucap si bocah. Yah … tahun baru belumlah lepas dari hitungan bulan tapi sepertinya bencana dan derita tak henti menyapa silih berganti. Entah apalagi yang akan menanti esok hari. Konyolnya hampir kesemua bencana adalah upah dari ulah perbuatan anak negri ini sendiri. Satu kebodohan, ketidak tahuan atau sebatas pemikiran yang hanya memikirkan kenyangnya perut belaka. Lupa bahwa masih ada hari esok lupa bahwa kita makan untuk hidup bukan sebaliknya. Akibatnya mau tak mau kita harus menerima nasib tanpa satu langkah untuk bisa memperbaiki keadaan. Karena begitu akutnya. Hingga kita seakan pasrah menerima vonis hidup kita bahwa di negri ini kematian kita akan datang perlahan namun pasti. Kalau bukan karena bencana, kemiskinan pasti karena pestisida atau formalin. Wah!

“Bukannya dengan berita-berita itu koran kamu makin laku?” tanyaku sedikit sinis memandangnya tak percaya.
“Memang, …. tapi kalau bencana ini tak ada, pemerintah pasti akan bisa memakai uangnya untuk membiayai sekolah kami. Sekolah akan gratis. Emak tak perlu menjadi buruh cuci, akupun tak perlu menjual koran hanya untuk mendapatkan uang lebih buat bayar SPP”.

Tertusuk …., itulah yang kurasakan sekarang. Sangat ironis di ulu hatiku. Akh andaikan separuh orang di negri ini bisa berfikir sesederhana itu.

“Kak?”
“Ya …?”
“Kenapa kita selalu tertimpa bencana ya?”
Tangan kecil itu mengulurkan sepasang sepatu yang telah mengkilat.
“Menurutmu kenapa?”
“Emak bilang dikutuk Tuhan ya?”
“Salah satunya mungkin,”
“Jawaban lainnya?”
“Mmm, mungkin kita lupa,”
“Lupa?”
“Lupa akan nasehat ibu, Lupa bahwa barang siapa yang menabur dialah yang menuai!”

…………………………………….

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/14/2006 11:36:00 PM - 10 comments

MHI-Tennis: Setahun Mengayun Raket

Monday, January 09, 2006


By Sam (08012006.21.00)
Secarik Langkah

Ada yang berbeda saat latihan tennis minggu kemarin berlangsung. Sebuah tumpeng beserta pelengkapnya yang mengundang selera turut hadir disana. Bukan itu saja spanduk Men’shealth pun terpajang rapi berikut beberapa tas paket souvenirnya meski semua tersaji dalam kesederhanaan. Kemarin bukan sekedar jadwal latihan biasa. Hari ini hari yang bisa dikata istimewa. Tepatnya 9 Januari tahun lalu MHI-Tennis mengawali aktifitasnya.

Bermula dari ide dan keinginan kecil untuk bisa berlatih tennis bersama yang terlontar di milist MHI. Derry, Edwin, Sam, Arik dan Yudha merealisasikannya dengan menyewa sebuah lapangan tennis di Lapangan Tenis Pasar Festival Kuningan Jakarta dan mengambil jadwal latihan rutin tiap hari minggu sore pukul 16.00 hingga 18.00 WIB. Seminggu kemudian tanggal 14 Januari 2005 sebuah milist
MHI-Tennis@yahoogroups.com dibuka untuk mengatur segala kegiatan latihan dan segala macam perbincangan para pemrakarsanya.

Hingga triwulan pertama anggota tennis bertambah hingga belasan. Dirasa keberadaan satu lapangan yang tidak lagi mencukupi, MHI-Tennis menambah 1 lapangan lagi berikut pelatih dan ballboy. Dan pada perkembangannya kembali lapangan terakhir yang ada disewa MHI-tennis mengingat hingga triwulan ke dua jumlah peserta aktif yang hadir di lapangan mencapai lebih dari 20 orang.

Dari evaluasi di akhir triwulan ke empat 2005 MHI-Tennis telah membatasi anggota hingga kuota 24 orang, untuk disesuaikan dengan kapasitas lapangan. Sehingga tiap anggota bisa leluasa untuk berlatih secara rutin dengan durasi yang cukup. Pelatihpun masih dihadirkan untuk mengasah kemampuan anggota yang telah mahir bermain maupun memberikan panduan bagi pemula. Sementara itu dari statistik diperoleh data hingga akhir tahun 2005 anggota milist MHI-Tennis mencapai 50-an orang, 70% diantaranya merupakan anggota aktif yang selalu berpartisipasi dalam milist. Wajar bila tiap bulannya tercatat tak kurang dari 700 hingga 1.200 email beredar di dalam milist! Berarti tak kurang dari 25-40 email masuk hanya dari 30 anggota aktif!

Tercatat MHI tennis tidak saja beraktifitas hanya disekitar kegiatan tennis seperti latihan dan bertanding dengan pihak luar, namun juga kegiatan kebersamaan lain seperti gathering di luar kota, tarawih keliling di bulan Ramadhan atau melakukan pertemuan saat lunch ataupun after hour bersama-sama. Bahkan tak jarang kegiatan olahraga bersama di luar tenispun masuk dalam agenda seperti renang, golf, blowling, fitness ataupun floor dance.

Bisa di amini, keragaman kegiatan dan intensitas pertemuan antar anggota baik dalam komunikasi virtual milist maupun pertemuan rutin tiap minggu sore, merupakan satu perekat yang luar biasa dalam menjaga keutuhan dan perkembangan komunitas dari waktu ke waktu. Bahkan pada akhirnya kami merasakan ikatan keluarga yang cukup erat antara satu dengan lainnya. Bukan saja bagi kami yang aktif dilapangan tapi juga dengan rekan yang hanya aktif di milist.


………….


Kembali sore kemarin, tepat usai latihan sekitar pukul 17.00 WIB acara syukuran dimulai sebelum keringat kering. Suasana makin semarak dengan hadirnya rekan-rekan yang tidak saja aktif di lapangan tapi juga aktif di milist. Potong tumpeng berlangsung dengan semangat gelak dan canda seperti biasa, diseling jeprat-jepret narsist di sana sini. Demikian juga saat acara tukar kado digelar. Dan semangat itu makin menyala begitu door prize dari MHI akan diundi. Tak hanya kartu nama yang dikumpulkan, dalam keadaan darurat KTP, SIM, Kartu Anggota bahkan Kredit Cardpun di bela untuk bisa dikumpulkan. Hasilnya 10 orang pulang dengan wajah lebih berbinar.

Tak ada harapan yang lebih besar dari syukuran sederhana ini kecuali harapan agar MHI-Tennis bisa terus exist, tumbuh berkembang dan beregenerasi serta menjadi salah satu komunitas sehat untuk berlatih tennis.

Setangkup terima kasih untuk MHI atas support dan keberadaan milist MHI yang menjadi media bagi kami untuk merealisasikan komunitas ini. Juga bagi rekan-rekan anggota MHI-Tennis baik yang berlatih di lapangan maupun yang bertutur dalam milist tak ada kata yang lebih tepat kecuali ucap syukur dan terima kasih atas kebersamaan yang tak ternilai hingga kita bisa berjalan bersama dan berbagi makna hidup hingga 1 tahun ini.


Jakarta, 9 Januari 2006
Salam sehat dan sukses

Image hosted by Photobucket.com

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/09/2006 07:47:00 AM - 2 comments

Go Blog di Benteng Vredeburg!

Tuesday, January 03, 2006



By Sam (03012006.18.47)
Secarik Langkah


Lewat SMS kukirim pesan singkat malam itu ke unai.

“Jeng desain kaos Go Blog-nya dah aku kirim loh. Pilih yang mana aku manut wae”
“Udah aku print kang. Bingung pilihnya. Bagus semua. no 1 ok, tapi no 3 juga bagus. Gimana ya?”

Aku jadi geli sendiri menanggapi kebingungan Unai. Bermula dari satu keinginan sederhana untuk bisa berkumpul lagi dengan teman-teman bloger di akhir tahun. Unai, Isna dan aku merencanakan untuk membuat pertemuan kecil di Jogja seperti saat penghujung lebaran tempo hari. Satu kebetulan karena biasanya diakhir tahun aku mengambil cuti karena sebagian keluargaku merayakan natal dan ulang tahun ibuku tepat diusai tahun baru. Ku pikir sepuluh hari adalah waktu yang membosankan bila tak dilewati dengan aktifitas untuk itu pertemuan ini merupakan satu langkah cerdik untuk mengisinya. Segala persiapan jarak jauh dalam dua bulan kami perbincangkan lewat email, YM dan SMS. Hasilnya pertemuan sederhana menjadi tak lagi sederhana lagi karena ide-ide mulai mengalir. Mulai dari tempat pertemuan yang beralih ke Benteng Vredeberg untuk dapatkan tempat photo yang ok, sisipan acara karaoke hingga acara harus di publish di blogfam untuk mengumpulkan lebih banyak blogger. Bukan itu saja karena ada keinginan untuk mempunyai sesuatu untuk diingat Unai melontarkan ide bagi-bagi souvenir juga kaos seragam ini. Wah! Sekarang dia kebingungan memilih desainnya! Sepertinya melihat perkembangan yang makin kompleks perlu pertemuan pendahuluan untuk mengatur semua detail acara ini. Beruntung sekali Mamatpun mengambil cuti akhir tahun sehingga bisa ikut dan banyak terlibat dalam persiapan acara ini.

………….

Image hosted by Photobucket.com



Tak urung acara pertemuan untuk membahas detail acara setelah karaoke 25 Desember 2005 lalu mundur dari jadwal. Alasannya sepele. Masjid Kampus UGM ini terlalu indah untuk dilewatkan tanpa acara photo-poto. Jadilah berpuluh jepretan mengisi canonku sebelum pembicaraan detail acara! Beruntung matahari masih cukup tinggi hingga semua detail acara dan pernak-pernik yang mesti dibawa seperti kamera, handycam, name tag, biodata form hingga tikar dan kantong plastic sampah tuntas di bicarakan. Rasa tak sabar menunggu hari selasa, 27 Desember 2005 pukul 11.00 am tiba. Pikiran kami sama-sama menari-nari membayangkan apa jadinya hari itu. Pastinya beberapa bocoran mengatakan kaos unai sudah jadi, souvenir isna sudah dibungkus, Gita sudah pesan hotel, dan beberapa kabar mendadak berkelebat. Termasuk tak bisa hadirnya Vi3, kebingungan Eijeisan dan munculnya nama baru yang akan ikut sacharosa! Ah moga hari itu semua bisa terkendali!

………………
Image hosted by Photobucket.com


Pukul 11.00 tepat aku telah berada di depan benteng Vredeburg dengan muatan di bagasi dan kaos kebangsaan hari itu, Adhi muncul dengan motornya dan Unai dengan sebecak makananan dan peralatannya. Mamat menyusul sekembalinya dari mall malioboro. Berempat plus sebecak perbekalan kami masuk Vredeberg dan “mengusir” sepasang muda-mudi yang “memakai” lokasi kami. Ehem lega! Menyusul kemudian, Gita, Isna, Widhi, dan Arraw. Acarapun mulai. Mamat membuka dengan kalimat fatal dengan mengatakan “sugeng rawuh, kula kados segawon, tiang-tiang remen kalih kula”. Gerr! Meledaklah tawa kami karena ternyata mamat kejebak dan keliru mengartikan kata “segawon” dengan “cakep”. Wah maaf! Kembali acara mengalir dengan mengisi data base, wawancara ekslusif, hingga serbu makanan dan tukeran souvenir. Semuanya dalam canda, tawa dan bahak. Tak sangka kami akan seakrab dan sekonyol ini. Sungguh luar biasa mengingat diantara kami baru pertama ketemu. Takut hujan segera turun kami sepakat membereskan tempat pertemuan untuk memulai photo session. Tak kalah heboh. Berdelapan kami beradu pose. Aura narcistpun merebak tak terkendali. Tak peduli ada banyak acara pameran di benteng hari ini, juga tak peduli demi bebererapa pose yang diatur beberapa rekan harus menahan nafas agar perut terlihat singset, berbaring dilantai, bahkan jatuh terjerembab. Yah kapan lagi ada kesempatan begini bukan …. Begitu photo session hampir usai mbak Pauline datang menyusul bersama suaminya disusul Bagus yang kebetulan ada seminar di jogja ikutan gabung bersama temannya. Pecel pincukpun di gelar lagi. Saat hujan mulai turun dengan berat hati kami sudahi pertemuan ini. Berakhir? Tidak karena masih ada agenda untuk berkaraoke di Nav-nav lagi untuk kita ber dua belas! Benar-benar pertemuan ini ingin dipuaskan. Di penghujung waktu arraw meng-compile semua hasil photo dalam satu disk dan dibagikan ke masing-masing peserta. Ini oleh-oleh yang tak kalah berharganya! Sayang sekali pertemuan keesok harinya untuk mengantar mamat dan gita balik aku tak bisa ikut mengingat malam ini juga aku harus ke Malang. Tak apa masih ada CD photo di tasku. Ini obat yang manis saat sendiri di Malang nanti.

……………
Image hosted by Photobucket.com


“Nai panitia dibubarin yok, hari ini” pintaku lewat SMS. Usai mengantar keponakan aku renang pagi 2 Januari 2006.
“Dimana, aku bisa habis jam 2” Jawab unai
“Di Nav-nav, 2.30 ya. Kabarin isna dan yang lain!”
“Ok”

Mmm …. moga Unai tak bosan dengan kata nav-nav, batinku geli. Dan sepertinya acara di nav-nav yang dihadiri aku, Unai, isna dan adeknya bukanlah acara karaoke yang utama. Karena dengan laptop Isna kami asyik melihat dan mengomentari photo-photo di beteng vredeberg tempo hari sembari makan cemilan yang diselundupkan unai ke ruang karaoke. Akh …. Acara itu memang telah usai desember lalu tapi sungguh aku merasakan bahwa kami seperti beberapa titik-titik yang bersinar yang mulai saling terhubung. Makin erat dan akrab. Diantaranya bisa saling berkontribusi memberikan masing-masing sinarnya untuk penerang bagi yang lain. Berbagi dan memberi … saling bergandeng untuk mengeratkan.

Image hosted by Photobucket.com

Rekan terima kasih atas sepenggal ketulusan yang diberikan untuk bisa datang dan bergabung.

Salam,

GO BLOG!
27 Desember 2005

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/03/2006 11:04:00 PM - 21 comments