Negri Penuh “Keajaiban”

Thursday, July 27, 2006

By Sam (26072006-12.34)
Renungku



Masa itu masih dalam hitungan jari usiaku …
seringkali kudengar cerita dan berita Ibu betapa beruntungnya hidup di negri ini. Bahkan seharinya selalu aku nyanyikan puja merdu lagu yang mengisahkan indah dan makmurnya tanah ini. Terkisahnya betapa batu jadi tanaman dan dimana ikan serta udang menghampiri jala kita. Aku dalam buai kebanggaan dan lena ketentraman yang teramat melelapkan. Memimpikan Tuhan telah menempatkan orang-orang yang ramah tamah dan menjunjung tinggi kegotongroyongan ini di taman surgawinya. Satu hal yang layak kami terima … dan banyak hal yang bisa kami syukuri.

Masa itu berpuluh tahun telah berlalu …
akupun telah terbangun dan menyadari bahwa kami tak tinggal di tanah para dewa-dewi, peluh kami harus menetes untuk menyuapi mulut kami dan kamipun tidak berada di keramahan dan kegotongroyongan yang selalu tulus diberikan. Aku tak menyesali dan juga tak mengeluh. Karena menyadari inilah hidup, inilah kenyaan yang harus dihadapi. Satu hukum alam yang mutlak dimana berlaku semboyan ada uang ada barang, ada kerja ada makan. Kebanggaankupun tidak luntur meski semakin waktu berjalan semakin jauh kulihat adanya keadilan dan kemakmuran akan menjadi satu kenyataan. Namun setidaknya aku punya mimpi dan harapan bahwa masa itu akan ada dan datang. Harapku mimpi ini akan jadi doa yang Kuasa dengar dan kabulkan.

Masa-masa ini ternyata tak membuatku semakin mengerti …
Salahkah ibu menceritakan tentang surga yang ada di negri ini atau salahkan pemahamanku mengenai makna hidup yang kini aku jalani. Sebab ternyata negri ini adalah negri yang penuh “keajaiban”. Negri ini tumbuh dan berjalan tanpa berpijak pada hakekat logika dan prinsip hukum alam. Dimana keadilan berpijak pada kekuasaan, kejujuran termakan oleh kerakusan, dan rasa malu seakan hilang untuk melakukan hal-hal tabu serta beribu hal yang berlaku tanpa menyentuh kaidah nurani dan kebenaran ... benar-benar ajaib. Ini bukan dongeng bukan juga pengantar tidur malam tapi ini keajaiban yang semakin hari memabukkan yang punya kuasa dan mengebiri bagi yang tak memiliki.

Masa-masa ini kami menuai apa yang telah tertebar ...
Seperti penyakit komplikasi kronis segala macam borok dan bencana mulai hinggap dan menggerogoti negri ini. Tak hanya sekedar kemiskinan, kelaparan, penyakit epidemi, kekurangan gizi dan semua bentuk kepedihan yang ditimbulkan karena ulah keserakahan dan kecerobohan tapi juga amukan alampun mulai unjuk gigi. Sebut saja banjir, kekeringan, kebakaran hutan, tanah longsor, luapan lumpur panah, gempa, tsunami muncul dalam satu waktu ... lengkap sudah! Belum usai satu masalah dipulihkan masalah lain bermunculan. Banyak orang bilang ini semua karena buah ketidak bijakan kita pada alam banyak punya yang menyela ini kutukan bagi kita yang selalu bergumul dengan segala “keajaiban” yang berlaku di negri ini. Entahlah tiada jawab pasti. Hanya sekali lagi kenapa penderitaan ini lebih dirasakan oleh mereka yang teraniaya bukan pada mereka yang menganiaya? Apakah ini salah satu “keajaiban” lain yang berlaku juga di tanah ini?

Masa-masa ini aku kembali aku meratapi ...
Dalam pedih, cemas, takut dan terpuruknya keadaan setiap kepala dan hati negri ini kembali “keajaiban” lain terjadi. Tangan-tangan rakus kembali menjarah, menggelapkan setiap keping belas kasih dalam saku mereka, terlihat mereka yang berkuasa tak peka dan tak mau belajar dari setiap derita, belum lagi kabar burung tentang bencana mendatang yang terhembuskan tiap hari menciutkan setiap langkah kaki. Pantaskah? Tidak bisakah kita saling mengeratkan pelukan kita untuk saling merengkuh sembari menaikkan doa memohon dicukupkan bencana yang kita terima, mohon diutuhkan keluarga dan anak-anak benih negri serta mohon kembali disadarkan nurani-nurani kita untuk tak tenggelam dalam “keajaiban” yang tak berberkah.

Aku tak menginginkan taman surgawi di negri ini
Cukup satu keinginan kecil
Agar kembali di tempatkan segala sesuatu pada hakikatnya
Pada hukum alam … pada kebenaran logika!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 7/27/2006 06:08:00 PM - 14 comments

Di Obok-Obok

Wednesday, July 19, 2006

By Sam (19072006-14.49)
Langkahku



Sabtu ini tidak cerah. Kelabu malah. Sepagi matahari bangun kedua keponakanku telah mengoreskan warna kelabu di seisi rumah. Beberapa film kartun di TV sama sekali tak membantu mereka ceria apalagi rayu dan bujuk sang mama. Entah sepagi ini mereka menjadi makhluk-makhluk yang sukar di pelihara apalagi ditaklukkan. Mau merekapun tak jelas. Hingga akupun turut buram dan malas melihatnya.

“Haloooo ... apakah kalian masih berminat untuk memandikan ikan dan bebekku?” teriakku dari halaman depan rumah sambil membawa sikat, ember, gayung dan jaring ikan.

Suara berebutpun terdengar mendatangiku. Kulihat kedua telah berdiri didepanku dengan mata bergerak binar dan langsung menggapai ember di tanganku.

“Aku dulu!,” Yang satu berteriak.
“Enak aja ..aku sudah pegang duluan. Oom ini loh ngrebut!”. Yang lain tak mau kalah.

Haaaaa … duhh. Awal yang buruk batinku! Tapi tak ada pilihan. Air adalah satu-satunya cara mereka bisa tertawa lagi. Cukup malas aku bila harus mengantar renang pagi begini. Sama-sama main air akan lebih menyenangkan bila mereka bisa membantuku menguras kolam ikan yang rutin tiap sabtu aku kerjakan … begitu akalku.

“Eit-eit … cukup! Yang satu nguras air yang satu ambilin ikannya taruh di ember, OK?”
“Ok … ok…!,” Kembali mereka berhamburan menggapai kolam.
“Tunggu! … emang gak ganti baju?”
“Oh ya ya ya,” Sekali lagi mereka berhamburan kembali masuk rumah.

Mama mereka yang melihat kejadian ini hanya tersenyum simpul. Melihat akal bulusku jalan.

“Cepat yaaaaa!” teriakku lagi sambil mempersiapkan selang air dikolam berukuran 1,25 M2 dengan kedalaman 75 cm. Ada 30 ikan koi lokal dan koi “asli” yang menghuninya plus tiga buah patung bebek berukuran sebenarnya dari batang pohon kelapa yang menghiasi pinggirnya. Secepatnya aku singkirkan tumbuhan air yang ada didalamnya dan mematikan pompa air yang mengucurkan air dari mulut tembikar kodok yang aku dapat dari pusat grabah Kasongan Jogja.

Photobucket - Video and Image Hosting


#######

Endog sama artinya dengan telur. Begitulah Maya keponakan perempuanku disebut. Saat usianya baru beberapa bulan dia begitu gemuk, putih dan bundar dengan rambut ikalnya hingga menyerupai endog. Aku dan kakak laki-lakiku suka memberi es krim yang di usapkan di mulutnya padanya saat bayi karena dia begitu suka dan menikamati. Kamipun genar menggoda-godanya hingga menangis dan kabur sambil memanggil mamanya. Maya bukan lagi endog sekarang dengan umurnya yang akan 8 tahun Agustus ini tingginya sebentar lagi akan melewatiku. Cukup bongsor untuk usianya dan cukup menonjol untuk ukuran teman-teman kelas tiga nantinya. Ibuku menyebut dia seperti gasing karena tak bisa diam, bicaranya tak bisa berhenti, usil dan kata-katanyapun cukup kritis dan tajam. Diapun amat sangat lengket denganku. Kakakku bilang ini photocopy dari aku, warisan yang menyedihkan dari sifatku. Ah!. Sementara untuk masalah makan dia adalah omnivora sejati. Semuanya dilahap dan tidak cukup dengan kata sedikit! Liburan sekolah ini dia bersama kakak, Mama dan Ibuku berlibur ke Jakarta. Lucunya dia bersikeras membawa piala yang cukup besar hasil dari lomba fashionnya bebetrapa minggu lalu. Dengan alasan takut piala itu pecah terkena gempa bila ditinggal di Jogja. Padahal sebenarnya dia ingin menunjukkan piala itu pada Oom-Oomnya di Jakarta sekaligus ingin aku photo bersamanya. Ampun!

Bagus adalah kakak Maya 3 tahun lebih tua dan naik kelas 6 sekarang. Bagus punya satu sisi yang bertolak belakang dengan pribadi Maya. Pendiam, loyal, tak banyak kemauan serta pemalu itulah Bagus yang punya panggilan Macan. Macan mengingat saat balita dia suka mengaum-aum bila berteriak karena kami goda. Beda dengan Maya yang sadar untuk dandan dan tampil, bagus lebih sadar akan kemampuan olahraga dan sosialisasinya. Bola itulah kegemarannya. Hal terbalik dari Maya bukan itu saja perkara makan, berkata dan Bersikap bagus adalah benar-benar sisi lain dari Maya. Termasuk ketidak lengketan dia denganku tapi malah dengan kakak laki-lakiku. Kesamaan mereka hanyalah soal kebongsoran badan mereka dan bagaimana mereka cukup kompak sebagai kakak beradik.

#######

Mereka telah berada di kolam sekarang, menguras dan menyikat kolam sambil berteriak-teriak dalam canda. Hingga timbul usilku.

“Ahhhhhh hujannnnn, Oom … basah!,” Teriakan mereka makin riuh saat selang air aku kucurkan membentuk hujan membasahi mereka di dalam kolam yang hampir kering dan tanpa ikan lagi.

Konyolnya mereka lebih cerdik dengan membalasnya dengan menyiramkan beberapa gayung air dari kolam hingga akupun turut basah kuyup. Jadilah kami siram-siraman menebarkan air kemana mana hingga,

“Prakkkk!”

O hohoho. Sebuah pot bunga anggrek meluncur dari bibir kolam dan jatuh pecah didalamnya setelah di senggol Maya. Kolampun jadi makin kotor terkena serpihan arang dan akar-akar anggrek. Duh. Mau tak mau menambah kerjaan. Belum usai kami bersihkan ramai-ramai dan cukup memakan waktu.

Kembali kami larut dalam canda dan tiba-tiba “Prang!”

Kembali sebuah lampu taman pecah berantakan terkena hantaman tanganku karena menghindari Bagus yang menyemprotkan air padaku. Wah kami terbahak-bahak. Tak sangka acara menguras kolam jadi berantakan dan dapat kerja tambahan seperti ini. Akupun serta merta membubarkan acara konyol pagi ini sebelum makin merembet kemana mana. Beruntung kolam telah usai kami kuras dan sikat hingga tinggal mengisi air yang kurang sejengkal. Tapi rasanya cukup sudah. Melelahkan memang tapi begitu melihat mereka menjadi cerah ini bukanlah hal yang buruk walau harus dibayar mahal.

Tapi ternyata sepertinya ikan-ikankulah yang pada akhirnya mimpi buruk. Dua ikan mati keesokan harinya. Mungkin mereka merasa mabok karena airnya diobok-obok. Sialnya yang besar-besar lagi. Duh!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 7/19/2006 05:09:00 PM - 16 comments

No BRa ... Berhadiah

Friday, July 14, 2006

By Sam (14072006-1403)
Langkahku



Perhelatan Piala Dunia sudah usai. Kini tinggal tersisa riak pesta dan ragam kontroversi yang belum padam. Ini memang bukan pestaku juga bukan peristiwa indah bagiku. Tapi bagi karyawanku yang hampir keseluruhannya pengemar bola bundar ini tentu lain cerita. Tak kebayang selama sebulan aku harus menghadapi keterlambatan atau jadwal tidur mereka yang berubah waktu dan tempat. Mau tak mau aku harus memaklumi pesta 4 tahun sekali ini. Apalah arti sebulan dibandingkan 1.460 hari lainnya. Duh! Pemakluman ini bertambah panjang kali lebar karena di rumah pun my Bro seringkali begadang menyemangati teamnya adu tendang. Al hasil tidurkupun tak pernah bisa nyenyak karena kalau tak terganggu teriaknya pasti teritimidasi dengan suara TV yang menyalak ditinggal My Bro yang ketiduran.

Satu hari aku terbengong dengan ide my Bro untuk mengajak semua karyawan untuk nonton final Piala dunia di rumah. Ini bener-benar ide yang nggak aku banget sepertinya. Rasanya aku salah dengar tapi alasan my Bro untuk menghindarkan karyawan dari acara bolos masal cukup masuk akal. Lagipula mereka sering datang kerumah tak ada salahnya untuk bersama saling berbagi gembirta dan suka. Meski malam final masih 3 minggu lagi tapi akhirnya persiapan mulai terpikirkan. Termasuk menu makanan, camilan sekalian hadiah-hadiah untuk door prize-nya. Acarapun di gelar dengan tajuk “No BRa” = “Nonton Bareng Rame-rame”. Aturanpun tak lupa di tetapkan. No BRa hanya wajib bagi karyawan yang bujang dan hadiah hanya dapat diterima bagi mereka yang datang!

Jelang malam final 9 Juli lalu semua telah siap ditempat. 4 buah t-shirt Posh Boy, helm MDS dan rice cooker Cosmos telah ada di ruang keluarga. Demikian juga dengan berbagai penganan dan camilan. 6 orang karyawan dari total 13 orang yang ada telah datang sejak sorenya terlihat semua yang tak datang adalah mereka yang telah berkeluarga dan tinggal di luar kota. Selepas santap malam bersama, mereka lebih suka menunggu bersama my bro di teras sembari memberi makan ikan. Sementara aku menyelesaikan pestaku dengan melihat final lain. Final tunggal putra Wimbledon antara Roger Federer dan Rafael Nadal. Jejingkrakanku makin menjadi dan menjadi karena pukulan-pukulan indah Federer mampu menjinakkan Nadal di lapangan rumput dengan score yang demikian ketat. Puas!

Dengan dibantu Mamat yang diundang my bro untuk jadi juri independent, undian doorprize dimulai sebelum final piala dunia berlangsung. Undian cukup tegang dan ramai karena masing-masing orang amat berkeinginan untuk mendapatkan rice cooker. Mereka berupaya agar nama mereka tak keluar lebih dahulu meski hal ini amat tidak mungkin karena undian ini tak bisa di prediksi. Hasilnya 4 kaos didapat oleh 4 bujang yang hadir, helm oleh karyawan yang istrinya tinggal dikampung dan rice cooker oleh satu-satunya karyawan perempuan yang malam itu sama-sama didoakan dapat helm. Mau apa lagi itulah undian.


Photobucket - Video and Image Hosting


Hebat … paginya hari senin kemarin memang tak ada karyawan yang bolos. Kalaupun satu dua diantara mereka berkali menguap dan ngantuk sudah cukup wajar. Hasil akhir 5-3 malam itu cukup mengesalkan bagi sebagian besar karyawanku karena tak satupun tebak score mereka benar. Padahal ada hadiah uang tunai dari my bro bagi yang bisa menebak dengan benar. Yah itulah bola bundar dan sulit diprediksi.

Kalau ditanya kemana aku saat final berlangsung. “Tidur?” Itu pasti.

"No BRa-No Bra? ... No Way!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 7/14/2006 03:28:00 PM - 9 comments

I Have Own Book ... Now!

Monday, July 03, 2006

By Sam (03072006-05.07)
Langkahku



“Halo Mas Sam, … ini Nunik,”
“Sam … baru datang ya?”
“Ini pasti Sam!”
“Apa kabar … Sam!”

..............

Sapaan-sapaan ini begitu hangat dan mengejutkan sekaligus membuatku bertanya-tanya siapakah yang menyapa ini. Berulangkali aku yakinkan bahwa ini adalah 10 (minus Koko) rekan-rekanku yang selama ini sudah sangat akrab aku kenal di forum blogfam ataupun rapat-rapat sore lewat Yahoo Messenger. Seakan tak percaya kalau ini adalah mereka. Beberapa diantaranya jauh dari bayanganku dan beberapa tepat seperti yang aku duga. Syl tentunya telah beberapa kali ketemu denganku, termasuk juga dengan Lili. Sedangkan Rara, Iwok, Eben, entah photo tahun berapa yang selalu mereka pampang hingga aku trepana kala jumpa. Selebihnya Asti, Rani, Ryu, Gabby, dan Nunik sama sekali belum pernah ketahu penampakannya. Wajarlah bila pertemuan pertama hari ini saat peluncuran buku hajatan pertama kami begitu unik dan mencengangkan. Beruntung saja photo di headerku selalu update tak lebih dari photo 3 bulan lalu sehingga dengan mudah yang lain mengenaliku lebih dahulu. Kalaupun ada distorsi pastilah mereka menganggap “tak seindah warna aslinya’ (hahaha).

Photobucket - Video and Image Hosting

Kedekatan kami terikat saat Blogfam (diwakili Mbak Sa) menjalin kerjasama dengan penerbit Cinta (Mas Benny) untuk menjaring naskah-naskah kategory Chicken Soup remaja dari anggota blogfam untuk di terbitkan. Selama kurang lebih satu semester proses pengumpulan hingga penerbitan berlangsung, dan terpilihlah 15 cerita dari 12 penulis yang bertitik berat pada cerita remaja dan permasalahannya dengan orang tua. Sebagai proyek penerbitan buku pertama, konsep maupun kolaborasi berbagai pihak yang terbangun didalamnya patut diacungi jempol mengingat semua proses ini kebanyakan berlangsung online dan tidak pernah ketemu darat karena masing-masing pihak tidak tinggal di satu kota. Mbak Sa di Belanda, Beny di Bandung, Maknyak di Kanada dan beberapa kontributor yang tersebar di Makasar, Australia, Batam, Bandung, Tasikmalaya, Cirebon, Palembang dan Jakarta sendiri. Tidak mudah untuk menyatukan kata dan pikiran untuk membulatkan permasalahan konsep, promosi, cover dan berbagai masalah berekor lainnya. Beruntunglah semangat kebersamaan yang kami miliki sedemikian mengakar sehingga tanggal 24 Juni lalu “Buku Teen Word-Ortu Kenapa Sih” telah terbit dan beredar. Dan Sabtu, 2 Juli 2006 kami bisa berkumpul di MP Book Point untuk melaunching Buku hajatan pertama kami ini. “oh God! I have Own Book Now!”. Girang kami meluap!

Photobucket - Video and Image Hosting Photobucket - Video and Image Hosting


Hajatan saat launching ini demikian kental dengan persiapan dan peluh kesediaan untuk saling meringankan hanya karena kami ingin memberikan yang terbaik diawal langkah kami. Bahkan malam sebelumnya telah diawali dengan siaran radio di Pesona FM. Lili jauh hari telah tersibukkan dengan mengurus administrasi dan segala kerepotan menjadi ibu bagi kami, Rara dengan berbagai promosinya, Syl dengan kanvas pesan-pesannya dan beberapa rekan yang punya tugas “khusus” masing-masing yang tak kalah disibukkannya. Tak kecuali Host dadakan Mamat yang menggantikan Syafrina yang tak bisa hadir. Sepertinya hari sedemikian panjang dan mendebarkan menunggu tanggal 2 Juli pukul 3 sore! Dan detik detik di tanggal 2 Juli semakin merambat karena tak terbilang banyaknya buku yang mesti saling kami tanda tangani. Tak ayal tawa dan canda kamipun sering pecah menutup waktu yang melambat.

Photobucket - Video and Image Hosting


Kurang lebih pukul 3 sore beberapa rekan Blogfam telah hadir demikian juga dengan beberapa undangan dari media juga sanak dan saudara. Terbilang 50-an orang hadir di halaman belakang MP book point yang teduh meramaikan launching buku kami yang dipandu kekocakan Mamat. Rasanya cemas dan kecanggungan kami luntur karena suasana sedemikian konduktif dan akrab ala Blogfam mulai terasa. Iwok, Benny, Rara dan Gabby cukup ringan membawakan materi mereka demikian juga dengan hadirin, mereka cukup antusias dan akrab. Acara mengalir tanpa beban hingga sesi quis dan juga beberapa kesan dari penulis. Hebatnya lagi ada tersisip testimoni dari orang tua Rani dan Rara yang turut hadirpun seakan memberikan warna tersendiri di sore ini. Acara ditutup dengan launching buku berupa penandatanganan secara simbolis cover buku “Teen World-Ortu Kenapa Sih” oleh masing-masing penulis, photo bersama dan dilanjutkan dengan acara makan dan keakraban.

Photobucket - Video and Image Hosting


Acara Bebaspun mengalir setelahnya. Apalagi kalau bukan karaoke! Kami ber-14 termasuk Dahlia cs dan Yaya berhamburan menuju Inul Viesta di Plasa semanggi lantai 6 ruang deluxe 28 untuk adu heboh menunjukkan bakat alam menarik urat leher dan menggoyang pinggul. Tak puas dengan lagu-lagu terkini, lagu jadul dangdut dan indiapun tak mau kalah diteriakkan. Tak sangka blogfam tak hanya punya talent handal dalam menulis tapi juga jago-jago meneriakkan nada-nada minor sembari ala penari Bombay. Tak ada malu taka da ragu semuanya … tarik mang!

Malam ini pesta telah usai. Bagai bola pijar buku itu telah ada ditangan kami para penulis. Sudah menjadi tanggung jawab moral kami untuk memahami bahwa tujuan akhir kami bukanlah sekedar menerbitkan tulisan kami, sekedar “pernah” publish. Jauh dari itu kami harus mengerti bahwa “Pilot Project” ini harus bisa berkesinambungan bisa memberikan efect bola salju dan domino secara berkelanjutan. Saatnya bagi kami untuk melakukan “self promotion” sendiri untuk memasarkan buku ini dan saatnya bagi kami untuk mengambil pelajaran dari proyek hajatan ini untuk memandirikan kami agar mampu menerbitkan buku sendiri. Hingga apa yang kami punya tak sekedar lewat tak sekedar “pernah ada”!


Setangkup Terima kasih bagimu rekan-rekanku
yang selalu kulupa menuturkannya
Terima kasih atas satu warna yang hari ini
Saling kita toreh di langkah kita

posted by kinanthi sophia ambalika @ 7/03/2006 05:10:00 PM - 21 comments