Kidung Bocah Pinggir Telaga

Wednesday, April 27, 2005

By Sam (260405.22.27)
Menengok Masa Lalu.


Image hosted by Photobucket.com




Perjalanan panjang ku antara Jogjakarta-Malang dan kembali keesokan harinya menghantarku pada persinggahan sesaat untuk melepas penat. Sejauh pengelihatan Telaga Selorejo yang terletak di tanjakan Pujon menghampar terkitari bukit dan kelok panjang sungai deras berbatu. Keindahan yang tertidur. Namun satu kekontrasan saat berada dekat, Selorejo tak ubahnya hanya sekedar tempat hiburan rakyat yang pekat dengan alunan dangdut memekak untuk mencoba memberi nadi pada ketidak terawatan tempatnya. Sangat disayangkan. Seketika kegairahanku lenyap. Kesenyapan disini sama sekali tak ada makna dan hambar terasa.

Beberapa sudut aku coba datangi untuk menemukan ketertarikan meski tanpa hasil. Hingga mataku tergiring pada dua bocah yang bermain sampan di tepi telaga. Dua bocah yang larut dalam dunia khayal dan permainannya. Tak mempedulikan sekitar, tak hiraukan beban pikir dan rasa. Keriangan muncul dalam canda dan kidung dendang senja mereka. Seakan mata mereka hanya melihat dunia dari bingkai kacamata kata yang sederhana .... kesenangan!

Kacamata yang bagi aku telah tertanggalkan berpuluh tahun lalu. Dan telah kugantikan dengan topeng-topeng samar penutup wajah sebenarnya. Topeng yang membenamkan aku dari keterlihatan akan siapa aku yang tidak diinginkan. Topeng yang semakin akrab dan nyaman untuk ku pakai dan kugantikan untuk menyesuaikan diri dengan yang diinginkan. Memenuhi tuntutan dan standart yang seringkali justru menjadi jerat.

Terbersit sekelumit rindu untuk kembali mengenakan kacamata mereka. Sekedar untuk merasakan kembali dunia dari sudut masa lalu. Sudut ketulusan, kenaifan, juga kepolosan untuk melihat dunia dalam warna dua warna. Hitam dan putih!

Tersirat setitik rindu untuk sejenak melepas topeng samar. Merasakan nafas tanpa halang, tatapan tanpa hadang dan menunjukkan diri tiada bimbang. Mengharap dunia sedikit berbelas dan berbijak untuk meluaskan hatinya dalam melihat begini adanya diri ini.

Kusesalkan waktu tak ijinkanku kembali kesana. Waktu hanya menyempatkanku sekedar menoleh pada mereka, bocah bocah yang berkidung di tepi telaga sebagai masa lalu dari balik lensaku ....

posted by kinanthi sophia ambalika @ 4/27/2005 08:10:00 AM - 3 comments

Rere’s ManHunt #002

Wednesday, April 20, 2005

By Sam (200405.10.47)
[Click To the Title ~ Rere’s ManHunt #002 will show up]


Seringkali saat pekerjaan teramat sangat hectic sekali, aku menghentikan kegiatan tiba-tiba untuk sekedar sms, bernyanyi hancur, lari ke toilet, memenerisikkan diri atau melakukan hal extrem lainnya. “Recharge my spirit & Idea” begitu istilah Jawanya. Hari inipun saat nasib semua bisnisku ditentukan aku lebih memilih mengutak-atik blog daripada menanggung tekanan bagai terpidana. Wal-hasil beberapa kunjungan multilateral sebagai kode etik para bloggerpun aku lakukan. Setidaknya bagi sobat-sobit yang berkunjung ke Shout Boxku kemarin. Dibeberapa perjalanan sukses aku lalui meski kadang menunggu lamanya download atau beberapa SB trouble digunakan. Tambah depresi kadang, padahal ini sangat vital untuk menunjukkan tapak tilas kunjungan. Hingga perjalanan ini sampai di Blog Rere (http://catetan-rere.blogspot.com) temen kecilku. Walah... (* gubrak ! aku bener-bener kejedot. Itu khan aku....duh!

Rere yang aku kenal bukanlah orang yang suka main-main dengan kata-katanya. Dan ini dibuktikannya lagi. Dataku yang aku kirim dua hari lalu sudah terpampang di blognya plus photo hancurku...... Loh kok bisa? Cerita punya cerita ... Akhir tahun lalu saat Rere kenalkan aku dengan blog dia kata ingin blognya lebih banyak visitor. Ide kreatifnya dengan memperkenalkan jomblo-jomblo pria yang akan di upload secara berkala ...mmm macam Manhunt kali. Dunia jomblo rasanya gak pernah kering, dan itu patut dicoba. Beberapa bulan ini aku pikir Rere telah melupakan idenya itu karena tak ingin blognya: catetan-rere terpeleset menjadi kontak jodoh-rere. Tapi tidak! Dua hari lalu dia kirimkan email untuk aku isi. Tak pernah berfikir bahwa dia akan bersungguh-sungguh dengan rencana tahun lalunya ini. Dan hasilnya. Silahkan clik title diatas ....

Pendapatku untuk hal ini, .... positif thinking saja. That’s fun and creative, salute to Rere! Satu kerjasama bilateral yang amat sangat ber mutualism oriented!. Lagian kepopuleran khan harus dimulai dengan hal-hal kecil ... bukan sebaliknya. Waduh narsistnya ... tetep!

Eh siapa tahu loh ada jodoh ............:P
Ada yang minat mengikuti................ ?

Atau malah ada yang minat meminang :P


(* Re .... Sukses yack!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 4/20/2005 11:39:00 AM - 4 comments

Kuletakkan Cintaku Di TelapakNya

Tuesday, April 19, 2005

By Sam (190405.10.27)
Goresan Kecil

Pagi lalu saat rona merah masih membias, di pelataran kutatap wajahmu dalam tegun. Segurat ketenangan dalam tatapmu meneduhkan resahku. Membawaku pada mata air kepercayaan bahwa cinta ini benar adanya. Sejak itu aku berlari menemui Tuhanku, kupinta Dia ulurkan tanganNya kan kuletakkan asaku dalam dekap Nya. Kuyakinkan harapku bukanlah mimpi untuk menemuimu lagi setiap pagi.

Matahari perlahan meninggi, berjalan kita menyusur keringnya pematang. Tangan-tangan rapuh kita menaburkan benih di lahan gersang. Kau kata benih ini akan menjadi pokok menjulang. Meski tiada air namun dia disemai dan disirami dengan harapan. Aku terdiam dalam gamang dan keputus asaan. Kembali ku menoleh pada Tuhanku kusematkan tanya di jariNya. Kupintakan untuk mengusap hatiku, agar kutak hanya bisa melihat dengan mataku tapi juga jiwaku. Agar dipadamkan segala cemas juga gundah raguku. Menerima jalanku hidupku dalam keyakinan dan keikhlasan.

Sebentar lagi senja berarak menjelang. Sekejap kubersamamu ... habislah waktu dan hariku. Ingin kupasung hati dan ragamu namun, waktu siapa yang mampu menahannya berlalu. Kucoba berdiri menggapai ujung jubah Tuhanku. Dalam tatih ku tangkupkankan pintaku di sakunya. Kiranya diijinkan diri ini tetap bisa memandangmu dan menunggu hingga benih di ladang itu bertumbuh dan tertuai.
Kurangkul erat Tuhanku dalam rengkuhku untuk meletakkan cintaku di telapaknya. Dan meminta untuk menjemputku satu saat nanti. Mempertemukan dan menautkan tangan kita seperti satu jiwa ...

Meski bukan di kehidupan ini semua itu jadi nyata ....
Meski bukan jalan ini yang kita pinta ....................

posted by kinanthi sophia ambalika @ 4/19/2005 11:48:00 AM - 5 comments

Pre B'day Syndrom

Thursday, April 14, 2005

By Sam (140405.16.24)

Dalam hitungan kalender memang masihlah beberapa minggu lagi ... di awal bulan depan malah, seharusnyapun tak perlu kuanggap istimewa karena hari itu akan sama dengan hari lain. Masih tergenapi 24 jam, terbagi siang dan malam dan terisi kerutinitasan kegiatan yang taklah beda dengan hari lain. Sedikit yang membedakan bahwa hari itu berpuluh tahun lalu Tuhan mengijinkanku mempelajari dunianya. Sehingga sepatutnya hari itu masuk tercatat dalam isian pribadiku macam KTP atau pertanyaan di verifikasi kartu kreditku. Itu saja.

Nyatanya beberapa rekan tak setuju dan mengingatkan betapa berartinya hari itu. Setidaknya dari hari kelahiran akan bisa diprediksi sifat, perilaku malah lebih jauh lagi bisa diketahui garis hidup masing-masing ... wah!. Hingga terlihat betapa uniknya diri kita dari orang lain. Betapa beragamnya kombinasi hidup kita hanya karena adanya perbedaan jam, hari, pekan, bulan, wuku bahkan tahun kelahiran. Aku tak ingin berfikir serumit itu. Sederhana saja keberadaanku cukup aku syukuri setidaknya inilah buah cinta mereka yang melahirkanku ... setidaknya keberadaanku merupakan hal yang diinginkan! Suatu legitimasi yang pantas untuk menentramkan diri.

Sejauh ini satu dua sahabat telah ada yang mempertanyakan hal yang lumrah dan menggelitik seperti “Jadi nih makan makannya di rumah elo, masak ya!” atau “Sudah diputuskan di Thai & I atau Chatter Box?”. Duh! Sepertinya makin hari B’day tak identik lagi dengan menerima kado tapi lebih pada pemikiran nraktir dimana. Makin banyak kelompok yang kita punya makin beruntun adanya acara. Beruntung ini setahun sekali. Bukan tiap bulan. Tapi mungkin itulah makna B’day ... bersyukur dengan syukuran! Seperti halnya B’day rekanku Mamato dengan membagikan ucapan terima kasih bagi rekan-rekan dekatnya. Menyentuh!

Namun aku tercengang juga ternyata ada saja sahabat yang berbesar hati menanyakan, “Kamu ingin kado apa!” walah... dari kemarin kek! Aku menahan untuk tak usil menanyakan lebih lanjut meski hatiku bergirang, “emang budgetnya berapa?” selain tak sopan mungkin ini bukan gue banget pikirku. Jujur saja keberadaan mereka dalam fase hidupku sudah lebih dari aku syukuri. Cerita, canda tawa dan pedih duka bersama mereka adalah kado keseharian yang lebih pantas dan bermakna untuk aku terima. Karena itu menunjukkan eksistensi adanya rasa yang lebih nyata. Moga mereka mengerti hal itu.

Menjelang B’day dalam perjalananku kebanyakan bukanlah waktu yang penuh kejutan dan riang kegembiraan. Banyak hal yang berarti dalam hidupku seringkali diminta dan diambil kembali oleh Tuhan. Tidak saja harapan namun juga detak hidupku dan nafas semangatku. Hingga B’day menjadi satu kehampaan dan hari tak berasa. Satu titik terendah dalam hidupku. Wajar bila setiap April datang aku mulai menghitung dan menimbang, mempersiapkan dan menjaga ... Berteguh untuk tak terjatuh saat B’day tiba. Walau pijakanku telah sedemikian rapuh dan kian tak pasti.

April ini tak ubahnya bagai April satu, dua atau sepuluh tahun lalu. Pengharapanku mulai terkikis oleh kenyataan hari, warna-warna yang kugenggampun mulai pudar dan luruh. Meski Tuhan telah memberi hal terbesarnya dalam hidupku secara tiba-tiba namun nyatanya hanya kefanaan yang tergambar dan bahkan saat B’day nantinyapun bisa dipastikan aku tak bisa berkumpul dengan orang-orang yang dekat di hatiku ... ah. Kucoba tahan nafas mencermati tiap kali hal ini berulang dari tahun ketahun dan membentuk sebuah syndrom titik keputus asaanku.

Mestinya aku cukup kebal toh ini menjadi semacam tradisi tak terputuskan berulang dan terpastikan. Namun hingga detik inipun aku belum mampu menerimanya. Mungkinkah ketidak pasrahan dan keikhlasanku yang memperparah hal ini? Benar seperti sahabatku bilang bahwa saatnya tahun ini aku mencoba berbijak untuk melihat syndrom ini bukan sebagai ketakutan. Namun menjadi satu refleksi positif akan pengertian dan pemahaman yang lebih jelas dan ikhlas dari apa maksud dan rencana Tuhan dengan semua ini.

Bisa jadi Tuhan ingin aku selalu bisa mengevaluasi hal lalu dan memulai segala sesuatunya dari awal lagi disetiap B’dayku. Atau Bisa jadi Tuhan menginginkan bahwa B’day bagiku bukanlah satu pesta seharian namun menjadi pesta pemikiran dan perenungan, atau bisa jadi berpuluh jawab pengharapan lainnya ... kuyakinkan, Tuhan pasti punya rencana indah bagi umatnya, meski jalan menuju kesana belumlah tentu indah. Aku percaya itu.

Pastinya aku telah bersiap diri, menunggu hadirnya hari itu tiba!
Pastinya kutahu ... aku tak sendiri saat itu ..........................

posted by kinanthi sophia ambalika @ 4/14/2005 04:35:00 PM - 7 comments

Dia Yang Serupa Dengan Kita

Monday, April 11, 2005

By Sam (100405.21.25)

Kreatif juga pikirku. Melihat upaya sobatku Dody (http://dodymania.blogspot.com/) untuk mengumpulkan rekan-rekan yang bernama sama DODY! (apapun ejaan dan pengucapannya … dimanapun itu terletak). Mulai dari menjaringnya di Friendster hingga copy darat. Anggotanyapun tak tanggung karena mencapai angka ratusan. Bisa kubayangkan bila hal sama dilakukan bagi orang yang bernama Bambang, Agus, Budi, Sri atau Endang mungkin jumlahnya akan tak terkira.

Pikirku tergelitik untuk mempertanyakan apakah diantara sekian ratus juta penduduk Indonesia ini akan ada, setidaknya ada satu orang yang mempunyai kemiripan dengan kita. Entah nama yang sama, rupa, perawakan, perilaku atau mungkin juga ternyata kita punya saudara kembar yang tak pernah kita bayangkan keberadaanya. Pastinya, aku pernah menemukan nama orang yang persis nama lengkapku .. seorang dokter di Sumatra, meski belum pernah bertemu muka. Dan beberapa kali pula orang-orang memiripkan aku dengan si ini dan si itu, atau salah sangka mengira aku ada hubungan dengan si anu atau anunya si anu. Mmmm ....!

Bisa jadi hal-hal umum diatas amat sangat sering terjadi di keseharian kita. Tapi pernahkan kita mendapat hal istimewa dimana kita dipertemukan dengan seseorang yang lebih unik dari itu. Bisa jadi dia bukan siapa-siapa kita, bukan saja nama, mungkin rupa perawakan bahkan sifatnyapun berbeda dengan kita. Uniknya dia mempunyai pikiran yang sejalan dengan kita. Tak perlu kita kata isi kepala kita, dia akan paham dan mengerti apa yang kita pikirkan. Begitu indahnya sehingga kita bisa bersinergi dengan pikirannya dan tak ada kata ragu untuk meletakkan hidup kita di telapak tangannya. Menumpahkan tangis juga bahak ketawa di dadanya. Karena bagi kita ... ”Dia serupa dengan kita“. Ibarat satu kepala dengan dua raga.

Bisa jadi ini berkah terindah dalam hidup kita bila Tuhan menghadirkan ”dia yang serupa dengan kita“ dalam fase hidup yang kita jalani. Dukungan dan pengertian yang terjalin akan amat sangat menguatkan langkah kita untuk memahami arti hidup ini hingga kita terinspirasi untuk selalu memaknainya lebih baik lagi. Keberadaan dia pun begitu istimewa. Karena pemberiannya bukanlah hal besar dan spesial yang diberi sekali dalam setahun, melainkan hal-hal kecil dan sederhana di tiap waktu. Hal-hal kecil yang sering kita lupa untuk berbagi seperti senyum, simpati, kesediaan atau bahkan kemauan untuk mendengarkan....

Entah mengapa justru dengan ”dia yang serupa dengan kita“ Tuhan seringkali tak mengijinkan dia ada dan hadir untuk menjadi pendamping hidup kita. Menjadikannya sebagai ”Dia yang menjadi belahan jiwa kita“. Entah .... kadang kupertanyakan mengapa. Mungkinkah jawabnya karena Tuhan mengharamkan adanya cinta dan hasrat antara kita dengan malaikat kita atau mungkin Tuhan tak ijinkan kita menikah dengan bayang diri kita karena dia diciptakan tidak untuk membuat kita lena dan rapuh namun untuk membuat kita selalu berkembang dan bertumbuh. Hingga di satu titik ....kita hanya paham untuk mengucap kata syukur karena Tuhan telah melukiskan segurat keindahan dalam hidup kita dengan hadirnya ”Dia yang serupa dengan kita“. Dia ... yang kita sebut: SAHABAT!

Sahabatku.... kusyukuri kehadiranmu!!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 4/11/2005 07:33:00 AM - 6 comments

Kanan-Kiri atau Kiri-Kanan?

Thursday, April 07, 2005

By Sam (070405.09.11)

Lebih baik tidur, begitu menurutku daripada bicara soal transportasi di Jakarta. Mungkin warga DKI sudah sama suntuk dan tak tahannya dengan kemacetan. Tapi, bagaimana lagi. Sekian puluh mobil baru tiap hari mulai memenuhi jalan sementara mass public transportation masih sekedar harapan dan panjang jalan berkembang tak seimbang, system transportasinyapun mulai tak jelas mau dibawa kemana. Apa mau dikata jika pemerintah tak tanggap. Mungkin hanya kalimat penghibur saja yang keluar “sudah tradisi!”. Kalimat yang harus ditelan sepahit apapun rasanya. Dua tahun lalu pukul 06.30 aku biasa kekantor dengan angin segar dan sisa waktu sarapan pagi masih cukup untuk chatting. Kini pukul 06.00 sudah saling antri, jarak 17 kilometer harus dicapai dalam 1 jam 15 menit. Duh ... Jogging saja lebih cepat!

Tak ada pilihan yang lebih cepat dan praktis bila pulang tennis di hari minggu aku pakai taksi daripada alat transport lain. Meski selalu berharap ada kawan lain yang pulang serah. Seperti biasa aku memilih duduk di bangku belakang tengah mesti tempat itu paling tidak nyaman. Kembali hidupku dibuat tak ada pilihan. Bukan supaya aku bisa memantau argometer lebih jelas tapi aku cuman risih mengingat pintu-pintu taksi selalu dipakai untuk tutup kencing si sopir!

Dan berapa minggu yang lalu satu kekonyolan terjadi: (lagi!)

“Belok kiri pak,” ujarku memberi petunjuk sembari mengulurkan sebelah tanganku.

Taksipun berbelok ke kiri.

“Loh ke kiri pak ... kiri-kiri!” Tersadar aku panik karena taksi salah arah.
“Ini khan sudah ke kiri mas!” Si sopirpun tak kalah bingung.
“Kiri tuh ke sana loh pak,” debatku sambil menegaskan tanganku yang sejak tadi aku ulurkan untuk memberi tanda. Dengan pastinya aku ulangi lagi, “Tadi saya bilang kiri!”

Mimik supir taksi kulihat makin kebingungan, dia melambatkan mobil pelan-pelan. Akupun makin tak pasti dengan debatku tadi. Jangan –jangan....?

Duh. Speakless ! Terjadi lagi deh ....!

“Oke deh pak jalan aja terus ... ikuti tangan saya saja ya pak jangan kata-kata saya.”

...

Mungkin bagi orang kanan-kiri adalah hal yang gampang dan lumrah. Dua hal yang berlawanan, dua hal yang jamak dalam kehidupan sehari hari bahkan konotasinyapun meluas hingga kanan diartikan segala hal positif dan sebaliknya. Hanya konyolnya ini tak berlaku untukku. Secara reflek seringkali aku menyebut kanan sebagai kiri dan kiri sebagai kanan. Malah yang membingungkan tanganku bisa menunjuk ke kiri sementara mulutku menyebut ke kanan atau sebaliknya. Salah siapa .... mungkin di SD aku bolos waktu pelajaran mata angin. Dan kesalahan ini selalu terulang dan tak terperbaiki.

Yang menguntungkan mungkin tepat pemikiranku dulu untuk ambil jurusan arsitektur sehingga sekarang sopirku tak terbingungkan dengan arah. Karena dengan peta dan denah aku cukup peka menggambarkan arah. Dia hapal dengan kebiasaan ini. Termasuk kebiasaan untuk mengikuti arah tanganku daripada kata kanan-kiriku.

Kekonyolan ini sering kupikir dan akhirnya aku menyerah perlahan. Biarlah aku terbingungkan dengan kiri dan kanan sejauh aku bisa memastikan arah mana yang baik dan benar dalam hidup ini!. Itu saja.

posted by kinanthi sophia ambalika @ 4/07/2005 10:17:00 AM - 3 comments

Jangan Ambil Mimpiku

Wednesday, April 06, 2005

By Sam (050405.23.33)
[Click on title: U will find my simple love]



Kasihku ....
Jika kau mampu lihat matahari di ujung bumi. Yakinkan hatimu. Ijinkan kau dalam pelukku, kan kurebahkan hidupku di telapak tanganmu untuk bersama kita genggam. Biarkan cinta sederhanaku menghias langit angan dan mimpi kita, mewujudkannya dan menyadarkan kita bahwa kebersamaan ini bukan sesaat, namun selamanya.

Kasihku .....
Bila saat ini belum dapat kau rasa sinar surya di ujung sana. Biarkan mata dan hatimu terbuka untuk dapat melihat diri ini di segala sisi. Mengerti bahwa begitulah diri ini apa adanya. Menyadari bahwa ada hasrat, kesungguhan dan juga mimpi yang ingin bersama kucipta dan rasa bersamamu.

Kasihku ....
Kala kau tak hendak menengok mentari itu barang sejenak. Biarkan kita untuk bisa saling pandang dan sapa. Yakini bahwa aku akan tetep bisa menjaga. Aku akan relakan bara semangatku kau padamkan dan jadikan beku. Namun ... takkan kubiarkan jika kau hendak ambil mimpiku.


Jangan pernah coba .... karena kutakkan ijini.

posted by kinanthi sophia ambalika @ 4/06/2005 08:20:00 AM - 1 comments