Patok

Friday, August 28, 2009

By Be Samyono (28082009-13.34)

Kepalaku sudah dalam peciku, tubuhkupun telah berada dalam sarungku. Dan kini seperti beberapa tahun yang lalu aku kembali berada disini. Di Musholla ini. Musholla persinggahan. Tempat menumpang saat tarawih ramadhan datang.

Tak ada yang berubah. Pilar kokoh berukir masihlah menaungi, muram berbalut tarikan benang jaring laba-laba. Permadani hijau bergambar kubah yang lembab serta susunan buku usang di rak yang tak terjamahpun semuanya masih sama. Bapak tua yang bersorban panjang, lelaki kurus pelantun adzan, penjaga sepatu bermata satu ... ah semuanya tak berubah.

Tempat ini seperti berdiri sendiri ditengah semua hal yang tengah berlari. Terpaku bagai patok ukur waktu. Kini aku berada di patok itu. Mengukur diriku. Menimbang perubahan jasmaniku, meneraca naik turunnya moralku. Kuhakimi diriku.

Aku ternyata masihlah sepatok itu.
Masih mengais diantara kelimpahan ridho dan berkah ramadhan
Masih meletakkan duniawiku diantara kepala dan peciku
Masih meributkan perutku diantara tubuh dan sarungku
Aku masihlah sama seperti dulu

Jika demikian untuk apa kulakukan persinggahan disini setiap Ramadhan

Aku merenung
Aku menyesali kesia-siaan persinggahanku selama ini
Yang sekedar lalu
Yang tak membekas

......

Aku melangkah ke dalam musholla
Masih ada 30 hari lagi
Kuyakini kali ini tak lagi ada kesiaaan
Kuyakini ... Patok itu akan kulampaui nanti.

Labels:

posted by kinanthi sophia ambalika @ 8/28/2009 02:37:00 PM - 54 comments

Aku “Dipaku Priaku” Mengucap

Monday, November 17, 2008

By Be Samyono (17112008-09.30)


Hanya terinspirasi begitu saat aku menuliskan fiksi “Dipaku Priaku”. Inspirasi dari beberapa teman dengan pengalaman serupa dan terispirasi dari rekan yang terlepas pasungnya. Sebaris email minggu aku terima dari seorang diantara mereka. Dari seorang AKU “DIPAKU PRIAKU” yang berucap:




Hai Sahabatku yang Memahami Hatiku….


Setelah sekian lama, akhirnya kau berbagi tentang “Cerita” ini, aku baru membacanya tadi pagi, begitu aku mengaktifkan laptop di atas meja kerja kantorku yang baru, tepatnya baru seminggu. Aku mendapat pesan offline-mu dan kamu ingin memastikan aku baik baik saja, sejak aku mencabut paku di hatiku di awal Ramadhan lalu.


Ya, Alhamdulillah, dukungan dari sahabat-sahabat baikku dan termasuk kamu membuat aku merasa sangat mudah menjalani semua ini. Ramadhan kali ini, adalah awal semua niatan dalam doaku, ketika aku memanjatkan harapanku kepada Yang Maha Penentu, semua hal menjadi mudah.


Idul Fitri 1429 H adalah awal hidup baruku, Aku melepaskan paku-paku yang menancap pada sisi emosional dan psikologisku, Aku merasa lega, bahwa semua itu berjalan dengan sangat baik. Pada kesempatan yang sama, Aku mendapat deal baru, sebuah kesempatan karir yang bagus. Dengan membawa diri dengan image dan penampilan yang baru.


Aku memulai sebagian besar hidupku di lingkungan baru. Sehingga aku bertemu dengan orang-orang baru. Dan berkesempatan menanam benih hubungan pertemanan yang baru. Walau pun terlalu awal untuk disampaikan, Semoga berbuah hubungan istimewa yang baru. Hubungan yang baik dan sehat. Hubungan yang penuh penghormatan dan perhargaan, yang mempersilakan aku mampir di beranda rumahnya, yang mengajakku melihat-lihat foto keluarga dan bercerita di ruang tamu, dan dengan suka hati menawarkan nonton tv bersama di ruang tengah sembari bergurau dan menikmati teh hangat. Dan kelak suatu hari berbagi mimpi-mimpi indah ketika bangun di pagi hari.


Sahabatku,

Engkau tak perlu mengkhawatirkanku, bahkan aku yang kini telah menjadi aku yang baru…. Dan segalanya telah berjalan dengan baik, sebuah doa yang dikabulkan oleh Yang Maha Kasih dan Sayang, lebih dari yang aku harapkan.


Jakarta, 13 Nov 2008. 09.52.


Salam,

Aku.

Labels:

posted by kinanthi sophia ambalika @ 11/17/2008 09:41:00 AM - 15 comments

“Ramuan Jomblo” Buku Hajatankoe #4

Thursday, October 30, 2008

By Be Samyono (30102008-11.07)

Satu syukur buku hajatanku yang ke 4 bersama 14 penulis lainnya yang digawangi Blogfam (www.blogfam.com) dan penerbit Gradien telah berada di beberapa toko buku termasuk Gramedia. Buku cerita bergenre komedi ini mengadopsi kesuksesan buku cerita komedi yang terbit sebelumnya “Makan Tuh Cinta” yang masuk dalam jajaran best seller. Dengan cerita yang lebih segar dan menggelitik sekaligus satu keistimewaan karena memiliki 2 judul di cover depan dan belakangnya, buku cerita komedi ini memiliki harapan besar untuk mencetak sukses seperti pendahulunya. Berarti pula disisi lain, saya pribadi menorehkan perpanjangan rekor untuk belum “berani” menerbitkan buku atas label nama saya sendiri dengan alasan klise “sibuk”. Tahun kedepan saya berharap besar untuk bisa mematahkan rekor yang tidak bisa dibanggakan ini. Dan berikut sekelumit kontribusi saya dalam hajatan ini:




DI GIGIT KUCING GARONG


Makhluk itu berjalan di depan Syl. Menebar rasa penasaran dan geli orang–orang di depan Pasar Festival Kuningan yang melihatnya. Tak hanya mencolok namun juga “blink-blink” plus berselera katro padu padan bajunya. Syl berulangkali berusaha menghindar untuk jalan bersama. Ngeri membayangkan dirinya di tempeli label sama noraknya. Tapi tangan makhluk itu tak merelakan Syl lepas dari gandengannya. Syl terseret dan tak punya pilihan lain kecuali mengikuti. Dan cepat-cepat memasangkan kacamuka yang superlebar diwajahnya untuk menutupi malu. Malu karena sebenarnya dia kenal betul siapa makhluk itu.

“Elvy … Elvy!” Panggil Syl berbisik dan tertahan sembari menarik gandengan Elvy.

Makluk yang dipanggil namanya itu tak menggubris. Langkahnya makin asyik dan makin bergoyang mengikuti nada-nada riang dari I-Podnya. Bak selebritis Elvy menebarkan pesona sembari memasuki lobby.

“Elvy!” Panggilan ulang Syl makin kencang. Cubitan dipinggang Elvy-pun dilayangkan.

“Auw … Syl, apa-apaan sih!” Elvy meringis sejadinya, “Kagak bisa lihat orang seneng deh”

Syl yang kini ganti menyeret Elvy. Membawanya menjauh dari lobby.

“Nyadar dong Vy … nyebut,” Syl memuntahkan omelannya, tangannya melepas earphone di telinga Elvy.

“Ah … itu lagi itu lagi, boring tahu!” Elvy melengos memonyongkan bibirnya menirukan kata-kata Syl, “Vy … elo tuh nggak banget sekarang, Vy … elo tuh dah berubah, Vy … elo mesti sadar … ah udah deh Syl. Nggak perlu ngulang-ulang kata-kata itu. Nggak ada salahnya juga khan kalau gue memang berubah. Lagian perubahan ini khan demi …”

“Demi kucing garong itu khan!” sahut Syl cepat. Ketus. “Vy, gue nggak masalah bila perubahan ini atas mau elo. Tapi perubahan ini adalah pemaksaan. Pembunuhan karakter, pengebirian hak azazi ….!”
…….

Selebihnya anda bisa dapatkan di Toko Gramedia
www.promosi.com

Labels:

posted by kinanthi sophia ambalika @ 10/30/2008 12:10:00 PM - 14 comments

Terpaku Pria-ku

Tuesday, September 02, 2008

By Be Samyono (02092008.10.30)
Ceritaku

Aku selalu berfikir benar. Atau lebih tepatnya membenarkan. Mengganggap tak salah dan layak saja bahwa Pria-ku berhak untuk memaku hatiku. Menancapkannya di dinding disamping rumah didekat teritisan. Dan bukan di rebahkan diperaduan dimana dia bisa berbagi mimpi indahnya denganku. Aku memaklumi. Karena hatiku belumnya mengantongi anggukan guna menjadi perempuanmu juga belum mendapat ijin guna menyematkan kata kekasih di dadaku.




Aku tak salah. Bila aku memanggulnya dalam prioritas tertinggi. Meski aku terlunta dengan keinginan akan pengakuannya tapi aku selalu merasa ini harga yang pantas untuk kudapat. Karena aku akui bahwa aku merasa menjadi diriku dengan cara ini. Mungkin ini hal bodoh. Tapi aku berjalan dengan prinsipku.


“Itu Prinsip bodoh!” Kata hatiku di satu hening.

“Bodoh?”

“Amat sangat bodoh!,” Kata itu menegaskan. “Tidakkah hatimu lapuk?”.

Aku terhenyak. Kusadari hatiku telah terpaku 3 tahun lalu. Ditempat sama, di dinding yang sama dan paku yang sama! Hatiku memang tidak lapuk. Tapi hasratku telah tercabik dan kelelahan. Beku mendingin terterpa musim yang terus berlari dan berganti. Tiga tahun hatiku tak pernah dia hadirkan diberanda rumahnya meski dia tahu hatiku berkeinginan untuk berteduh. Meski dia tahu hatiku tidak sekedar hati yang bisa kau ajak bersenang dan berbagi derita kala semua temanmu tiada.


Pria-ku aku ingin menikammu karena perlakuanmu. Tapi aku tak ingin berbuat salah dengan mengikuti pembenaranku. Benar … prinsipkulah yang bodoh. Bodoh untuk tidak segera menutup pintu yang tak pernah bisa mempersilahkanku masuk. Sementara banyak pintu diluar sana banyak yang mengharap ketukan tanganku!


Pria-ku aku akan mencabut hatiku dari dinding teritismu. Paku yang mengkaratkan hati kewanitaanku. Aku akan membawanya ditempat yang layak dimana hatiku bisa DICINTAI! Dimana tidak ada bayangmu MENGISI!



PS: Fiksi ini untuk sahabatku yang telah melepas
Rantai pasungnya .... kemarin!

Labels:

posted by kinanthi sophia ambalika @ 9/02/2008 12:18:00 PM - 13 comments

Merdeka ... ?

Tuesday, August 19, 2008

By Sam (19082008-16.03)
Ceritaku

“Merdeka? Apa itu? ...” Sebuah Tanya menggantung semu.

“Bebas dari penjajahan!” sebuah jawaban feodal muncul, lantang dan ketinggalan jaman.
“Bebas dari kemiskinan, dari ketidak adilan juga dari keterpurukan!” jawaban lain menimpali.
“Bebas menentukan nasib sendiri!”

“Bebas ... dari segalanya”

Satu jawaban tak membumi, jawaban lain senaknya sendiri dan jawaban-jawaban lain makin tak memaknai.



Apakah merdeka selalu dalam konteks bebas?

“Tidak!”

“Merdeka adalah berani, berani untuk mengikuti kata hati!” Sebuah suara lirih menyeru dengan kepastian.

Aku terhenyak. Memikir dan akhirnya mengamini.

Jawaban dengan pemikiran mendalam. Kemerdekaan yang tanpa batas bila kita mampu untuk bertindak berani dalam menuruti kata hati. Juga kemerdekaan yang luhur bila kata hati itu berpihak pada hati-hati yang diciderai.

Aku berkaca.
Pandanganku buram.

Ternyata ....
Saudaraku tak banyak yang berani menuruti kata hati ...
Terlebih kata hati untuk negri.

Ternyata ....
Kemerdekaan ini masih semu...
Sesemu tanya yang dilontarkan.

Labels:

posted by kinanthi sophia ambalika @ 8/19/2008 04:29:00 PM - 10 comments