Tukang Photo atau Tukang Diphoto?
Sunday, August 14, 2005
By Sam (13082005.22.15)
“Sam ... sini!”
“Aku juga nih!
“Kita , dong!”
Walah!
Tak habis pikir kapan gaya gaya narcist sobat-sobat tenisku ini berakhir. Seperti wabah semua tanpa kecuali begitu antusiasnya berpose di depan lensaku. Tak cukup sekali. Tak cukup sendiri …tak terhitung berapa kali flash terpendar mengisi detik-detik acara B’day dua diantara sobat kami di Marinara malan ini. Juga tak terasa akhirnya waktu berlalu dan penuh terisi sudah memory cardku
Tak habis pikir ternyata beberapa acara kumpul dengan gankku akhir-akhir ini lebih banyak menempatkan aku di balik kamera daripada di depannya. Tak banyak ada aku dalam photo di kameraku. Terlebih dengan kualitas yang diinginkan. Bisa dimaklumi selain aku lebih banyak yang mengambil gambar ternyata tak banyak teman-teman yang bisa tepat menggunakan kamera canon A80ku yang bisa dibilang sedikit rumit pegangannya. Alhasil profesi sebagai tukang photo keliling sedikit banyak mulai menempel di punggungku. Panggilan untukkupun bukan lagi ajakan berphoto tapi mem-photo!
Tak habis pikir pula begitu banyak keasyikan yang aku dapatkan sesaat me-retouch photo-photo yang aku dapatkan di photoshop, meng-compilenya dan mengirimkannya ke empunya. Merasakan rasa baru bila mendapatkan sesuatu yang berbeda di setiap lembar jepretan yang ada. Memperoleh satu semangat meski sekali lagi bukan photoku yang dipermak. Sejauh ini semua serba otodidak dan sekedar hoby. Tak sangka saja bila hasilnya bisa dibilang cukup memuaskan dan herannya saat aku buka friendster beberapa teman dekat telah memasang jepretanku di sana. Emm!
Saatnya aku berfikir ...
Akan kemungkinan untuk membuat kesenangan ini menjadi satu peluang usaha, satu langkah baru untuk mulai menekuni dan mempelajarinya dengan serius, atau paling tidak mengganti kameraku yang bertipe pockect semi SLR menjadi tipe SLR sehingga hasil yang didapat akan lebih maksimal. Dengan canon 350 misalnya. Bisa saja mungkin.
Namun ...
Aku kembali tak habis pikir. Ini berarti aku akan mendapatkan kamera yang lebih sulit pengoperasiannya. Jelas makin sering aku yang akan mengambil objek dan photo orang lain. Bukan sebaliknya …. Duh!
Itu tak mudah, karena akan jadi sebuah keputusan yang sulit. Aku tak tahu apakah aku sudah cukup “rela” untuk melepas predikat, Narcist!
posted by kinanthi sophia ambalika @ 8/14/2005 09:37:00 AM -
4 Comments:
A picture speaks thousand words, imagine how many words to describe more than 1 picture...
Ayo mas....kudukung niatmu utk jadiin hobi foto2 sbg lahan pekerjaan baru. Hobi difoto jg bisa lhooo...hehehehe...
harus rela dunks pak dokter...:P300x
wah.. hahahahaha..
sam sam...
makanya jangan jadi fotografer amatir an.. sekalian aja pro.. jadi lumayan..
btw.. kamu spt temenku yang hobi fotografi deh.. then.. akhirnya hasilnya juga di utak atik..lagi pake photoshop...
kalau memang gitu.. jadi jurnalis di majalah mode aja deh sam..
wakakakaka
..
en.. ternyata berani ngaku narcist juga ya..???
hehehe
Hai...
Hasil jepretannya boleh nih...
Wah aku juga mau...*kedip2x*
Post a Comment
<< Home