Sebait Surat Untuk Kodrat

Monday, November 21, 2005



By Sam (20112005.10.49)
Secarik Cerita



Bubulan, 4 Maret 2005

Kodrat … warsa ke tujuh hampir menjemputku. Selama itu aku putuskan untuk tak berkabar padamu. Berhenti tuk menyapamu lewat toreh ucap penaku yang selalu kuselipkan di gawang jendelamu setiap minggu. Kata-katamu membuat hatiku terantuk dan menyurutkan pandangku bahwa selalu ada selaksa pengertian telingamu setiap kuceritakan keluh dan resahku.

Ingatkah kau kodrat, kita sejiwa. Ku dilahirkan selang tak berapa lama kau ada. Sejak itu bapa dan bunda menalikan nasib kita dengan erat lewat ikat perjodohan. Satu ikatan suci yang tak bisa kita ingkari karena ditalikan dengan janji. Dan sejak itu mau tak mau kusadari, adamu untuk melengkapkanku. Tak satupun yang berupaya menjamahku karena mereka tahu hidupku kan mengabdi padamu. Juga tak ada yang merebutku karena mereka tahu hatiku terpasung sebagai rusukmu.

Masa lalu kita tak pernah kulupa. Selalu ada bias pelangi kau torehkan dipagiku. Warna padunya memacu hasratku merengkuh hari hingga usai merebah kembali ke peraduan. Kodrat ... disetiap hela nafasku kurasai kesempurnaan akan kebahagiaan sejati yang tak orang lain miliki. Namun ... sungguh kusesali itu taklah abadi. Perlahan tapi pasti waktu mulai memudari kebahagiaan hakiki yang aku miliki. Semakin ku berusaha mengapai kembali, memakin terseok dan tertatih tangan ini dalam kapai-kapai.

Kodrat ..., kukutuki nasibku yang tak lagi sama denganmu. Kukutuki derita yang lebih banyak memberiku sapa. Dan kumaki setiap kata sabar yang kau selimutkan untuk mendinginkan panasnya hatiku. Kudalam kapar ... Kutukku tak menjadi tuah makikupun tak juga jadi berkah. Malah … nasib menuntunku makin dekat pada titik terendah hidupku. Titik dimana segala resah dan serapah menjejal di dada dan mulutku. Titik dimana keputus asaan menjerat leher memutuskan nafas utuhku untuk kembali merasai secuil bahagia sekalipun.

Kodrat hampir tujuh warsa lalu kau tak lagi menempelkan telunjukmu di mulutku sambil kau gelengkan kepalamu saat ada keluh ku ucapkan. Kaupun tak lagi tuntun langkahku dan angkat ragaku saat jatuh kudapati. Kodrat lidahku kelu saat kau hanya berkata.

“Naila, berhentilah berkeluh! Bahagia tak kemana, dia ada di hatimu!”
“Maksudmu”
“Syukuri setiap hela nafasmu!”
“Kodrat ....!”

Dalam pitam kulari dari pelukmu. Takkah kau tahu aku dalam lunta menggapai semua mimpiku tentang bahagia. Aku dalam tatih mengais setiap jumput sisa kesenangan bagai dirimu yang sedikit demi sedikit telah dicabik dari genggam eratku. Saat seperti ini aku hanya mengharap ulurmu tuk menyuap, tuk membagi kebahagiaan berlimpah yang kau miliki. Bukan mencambukku untuk menyadari bahwa aku kurang tahu diri untuk berterima kasih! Kodrat kutinggalkan dirimu yang tak lagi memberi bahumu untuk sandarku.

…….

Kodrat kembali pucuk suratku dalam genggammu hari ini. Kau akan temui aku lebih jauh lagi di pinggir hutan diantara pokok-pokok jati di tepi desa Bubulan. Mengajarkan sedikit yang aku punya bagi anak-anak desa yang setiap pagi memanggilku dengan sebutan ibu guru!. Kodrat kini aku mengajar. Aku bisa mengajar karena aku telah diajarkan. Diajarkan dengan pengalaman hidup yang selama ini aku buta untuk melihatnya dengan hati. Benar katamu. Bahagia taklah ada dimana, dia ada dihatiku. Tak perlu dicari karena dia hanya perlu untuk disadari. Salah bila kukata aku bukanlah orang yang bahagia. Karena bahagia itu adalah pilihan, karena orang yang paling bahagia bukanlah mereka yang selalu mendapatkan hal-hal yang terbaik dalam hidupnya ... melainkan mereka yang bisa menjadikan semua hal, menjadi hal terbaik dalam hidupnya.

Kodrat andai waktu itu aku bisa menyadari semua ini, tak perlu kulari dari pelukmu. Andai kutahu kata syukur adalah gerbang bahagiaku kutakperlu sembunyi selama ini. Ah ...!

Kodrat masih adakah tempat untukku … masih terikatkan takdirmu bersamaku?


Aku yang telah kembali,

Naila

posted by kinanthi sophia ambalika @ 11/21/2005 01:01:00 AM -

9 Comments:

Blogger mamat ! said...

Kodrat selalu ada, kalaupun kita merasa jauh, itu hanyalah konsekuensi dari liku perjalanan hidup.

btw, kapan postingnya akan dibukukan menjadi novel ?

8:45 AM  
Blogger unai said...

Kodrat siapa yang tahu? hmm..kalo sudah dibukukan ,pasti aku adalah orang yang pertama di kasih...ups maksudku, pasti aku adalah orang yang pertama membeli...good luck guys..

9:24 AM  
Blogger yaya said...

Andrei Aksana lewat euy...setelah baca yg ini :)

ngacungin 4 jempol (sama jempol kaki).

2:08 PM  
Blogger yaya said...

Andrei Aksana lewat euy...setelah baca yg ini :)

ngacungin 4 jempol (sama jempol kaki).

2:08 PM  
Blogger -syl- said...

Keren banget tulisannya. Jadi ada rencana dibukuin neh? Kabarin ya kalo dah publish :)

3:04 PM  
Blogger JUST NOTHING!! said...

aku mau dijodohin.....:D.
ya udah mas...jawabanku iya, huehee.. Ga usah nunggu 8 taun kan? *duduls*

6:15 PM  
Blogger kinanthi sophia ambalika said...

Novel-novel siapa mo beli sale-sale! diskon 75% bila kenal baik ma penulisnya. Kekekeke....!

To all tx buat komen dan apresiasinya. Seperti yang yaya bilang .. diaminin aja deh :)

tetep sukses dan kreatif ya

8:08 AM  
Blogger andhinhz said...

bung sam...
tulisan anda lagi-lagi bikin saya pengen meledak...
kodrat...kodarat...

9:07 AM  
Blogger kinanthi sophia ambalika said...

To Berubah:

Ledakkanlah karena itu rasa ... dia akan mengalim mendinginkan jiwa. Terima kasih atas kata2nya.

10:55 AM  

Post a Comment

<< Home