Sekeping Receh Untuk Rumah Dia

Thursday, October 20, 2005



By Sam (19102005.16.21)
Secarik Perenungan


Meski puasa, namun itu tak menyurutkan nyaliku untuk pergi tennis sore ini. Sepagi tadi sudah aku sms Woro untuk meminta tumpangan. Seperti biasa Woropun menjawab singkat memintaku menunggu di tempat bisa di jam yang biasa pula. Tak seperti minggu-minggu sebelumnya bawaanku lumayan penuh kali ini. Meski raket kuputuskan untuk membawa satu tapi tambahan pakaian ganti dan toiletries cukup menyita ruang dan beban. Tepatnya … setelah buka nanti aku dan beberapa rekan berencana untuk TarLing. Beruntung di lapangan ada kamar ganti dan showernya sekaligus. Berdoa saja moga airnya tak mati!

Sudah jadi kebiasaanku untuk berangkat lebih awal dari waktu yang woro janjikan. Kupilih tempat di tempat teduh dan terlihat di pinggir jalan sehingga memudahkan Woro untuk menjemput. Pemandangan lalu lalang kendaraan mulai muncul menghidupkan jalan penghubung kampung melayu dengan Pondok Kopi ini. Aktifitas rutin seperti biasa tergelar. Lima menit kemudian berselang terdengar lantang suara ayat-ayat suci yang dikumandangkan dari sebuah mobil Suzuki Carry dengan Loud Speaker di atasnya. Sesekali diseling dengan ucapan singkat untuk meminta kesadaran warga kanan kiri jalan untuk sedikit rela untuk menumbang bagi pembangunan suatu masjid. Guna memudahkan penyumbang di kanan kiri jalan telah berjajar 2-3 orang mengikuti mobil lengkap dengan kotak yang dibawa dan siap di isi. Mobil itu semakin mendekat sembari sesekali berhenti di tempat ramai.

Masih jelas dalam benakku hal-hal seperti ini marak sekali di beberapa daerah. Saat kepergian ke Jogja atau Bali dengan mobil tak jarang dijumpai beberapa jalan di persempit, orang-orang berjajar dengan jaring kain kasa di kanan kiri jalan meminta sumbangan. Tak lupa suara lantunan ayat suci diperdegarkan dengan lantangnya. Bukan itu saja. Di beberapa mall, rumah, mushola bahkan kendaraan umum beberapa orang membawa stoffmap dan amplop berkeliling mencari sumbangan. Dengan dalih untuk pembangunan masjid, mereka tak lelah mengetuk belas kasih orang-orang. Tak peduli siapapun.

Sejenak aku memandangnya dengan satu ratap!

Baginikah wajah agamaku. Islamku? Demi satu tempat ibadah … demi rumah Dia. Banyak kemuliaan yang ada dalam ajarannya terlupakan. Tak sadarkan arti tangan diatas lebih baik dari yang dibawah? Tak terkacakah bahwa kita akhirnya akan terlabeli sebagai umat yang malas yang hanya bisa mengharap sedekah … bahkan untuk sekedar membangun rumah Nya? Sangat memprihatinkan sekaligus menyedihkan!

Bila kita mau sedikit surut memikirkan kebelakang. Apalah guna Masjid secara fisik megah sementara didalamnya tak ada kegiatan yang bisa memberdayakan penghuninya. Apalah arti kemewahan sebuah masjid bila umat disekitarnya berkubang dalam kemiskinan dan penderitaan. Percuma juga bila secara fisik suatu bangunan masjid indah namun bila tak ada daya untuk bisa merawatnya. Dia hanya jadi kemilau sesaat. Itukah yang ingin dicapai? Tak pernah terpikirkah untuk membangun rumahnya dari daya yang kita punyai, dari usaha secara mandiri. Menggulirkan perekonomian kita sendiri dengan cara-cara yang lebih terhormat dan bermartabat?

Islam telah menggariskan untuk mensucikan harta kita 2,5%. Kita hitung bila disana ada 100 penduduk berpenghasilan minimal 1 juta/bulan. Bila kita taat setidaknya ada 2,5 juta bisa dikumpulkan 1 bulan, 30 jt setahun! Luar biasa. Dana yang cukup untuk secara bertahap membangun rumahNya dari keringat yang kita punya. Tak perlu ada tengadah tangan untuk dilakukan, tak perlu menanti keping receh di pinggir jalan! Bahkan bila bisa lebih kreatif majelis masjid bisa memberdayakan jamaahnya untuk melakukan usaha bersama menggulirkan ekonomi. Bisa banyak hal bisa dilakukan. Bukan saja membuka usaha padat karya namun juga bisa mengembangkan potensi masjid seperti menyelenggarakan pendidikan keagamaan misalnya. Menjadikan masjid sebagai satu pusat kajian. Sedikitnya banyak hal yang ternyata bisa kita lakukan bila kita mau sedikit berusaha dan berfikir.

Masjid adalah tempat beribadah … satu bangunan rumah milik Nya. Seharusnya dia ada dalam keselarasan ketaatan dan ketaqwaan umatnya. Sungguh satu logika yang dibalik bila kita percaya bahwa Allah akan rela rumah-Nya dibangun diatas puing sedekah dan keprihatinan umatnya, dihias dengan tengadah dan pinta jamaahnya. Tak terpikirkah kita untuk lebih terfokus guna membangun RumahNya yang megah di hati kita dalam segala kemuliaanya. Dan mulai menjauhkan pikiran untuk memewahkan fisik rumahNya sementara hati dan jiwa kita dibiar dalam kemiskinan dan kekosongan.

…….

Aku, woro dan mobilnya telah melaju menuju lapangan tenis. Sejauh lajunya pikiranku masih tertinggal memikirkan. Memikirkan untuk mensegerakan membangun rumah Nya di hati ku. Karena Dia sesungguhnya sangat dekat.


Image hosted by Photobucket.com


posted by kinanthi sophia ambalika @ 10/20/2005 08:07:00 AM -

10 Comments:

Blogger mamat ! said...

Terkadang memang miris melihat kondisi yang terjadi. Maaf, seperti meminta-minta.
Seandainya semua 'mau' menyisihkan 2,5 % itu, aku jamin tidak pernah ada lagi fenomena seperti itu.
Paling tidak, bila tidak memiliki kemampuan dalam memberikan 'partisipasi', kita bisa berdo'a. Bukankah itu cara yang paling 'mudah' ?

8:29 AM  
Blogger kinanthi sophia ambalika said...

seratus persen setuju dengan pemikiran kamu mamat. Islam tahu dan telah menggariskan siapa yang harus berbagi dan siapa yang harus dibagi. :)

9:15 AM  
Blogger Kasih said...

itu masjid Shah Alam :) last week try to take its night picture waktu lalu di depan masjid but tak bawa tripod, kebetulan berbuka di Shah Alam bersama Nelly dan Syah.

9:46 AM  
Blogger kinanthi sophia ambalika said...

To Catty:

yeah itu masjid di malaysia... tak sempat nak ambik picture tempo hari. kalo ada masa kita ke sana ya cat :)

To worro:

Indah nian ucapmu woro. salut.... jangan lupa aku akan selalu nebeng kamu kalau kamu baik hati tidak sombong begini :)

1:12 PM  
Blogger retnanda said...

sam
pemikiran spt tulisanmu itu sudah bertahun tahun lalu menjadi proses diskusi aku dengan beberapa orang teman, dan endingnya memang...
absurd...

dengan kondisi mental sebagian orang orang kita yang hanya senang mencari jalan gampang untuk mendapatkan hasil... pasti akan sulit terwujud apa yang kita inginkan selama ini.

2:39 PM  
Blogger kinanthi sophia ambalika said...

Bener mbak ... ini bener-bener keprihatinan. dan mungkin yang paling jitu semua usaha ini kita mulai dari diri kita ya kale.

3:31 PM  
Blogger Kasih said...

yeah.. sure! bisa sholat di sana juga. hope i got my own dslr :) D50!!!!!!

7:39 AM  
Blogger john hendra said...

nah itu dia sam kenapa org muslim kebanyakan miskin2 ya buat di uji keimanan kita,rasa mengasihi,rasa memberi buat sesama kita...kan hidup kekal nanti ya setelah kita mati.. hidup di dunia paling lama buat manusia sekitar 90-100 th..itu pun jarang kan..hehehehe, hayoo lah bareng2 kita beramal,bayar zakat, sodakoh, buat tabungan kita kelak di akherat.
salam
john

8:19 AM  
Blogger nl said...

iya, prihatin dan malu. termasuk juga yang 'menjaring' uang di jalan antar kota. konon telah banyak juga yang jadi korban tabrak lari dan sebagainya. berbahaya banget tuh..

8:58 AM  
Blogger kinanthi sophia ambalika said...

To John & Imgar:

Sepertinya keprihatinan demi keprihatinan menjerat kita belakangan ini ya. moga sabar dan tawakal bisa mengatasi kitadari ujian ini...;)

9:29 PM  

Post a Comment

<< Home