Wisata Kuliner Solo
Tuesday, May 17, 2005
Ketika dalam pesawat saat perjalanan pulang dari Solo minggu lalu, meski sekilas … masih aku ingat senyum pramugari yang menyodorkan setumpuk koran untuk kupilih. Tak penting koran mana yang kuambil karena kulihat senyumnya cukup menenangkanku. Tak mudah bagi aku yang phobia ketinggian merasakan berada jauh diatas permukaan tanah. Meski travelingku cukup sering tak urung perasaan tak enak itu selalu saja datang. Untuk itu aku seringkali melelahkan diri agar bisa terlelap saat diatas. Mmmm … rupanya tidur akan jadi satu kerugian kali ini … batinku sambil melirik dia yang mondar-mandir dengan long dress birunya.
Koran yang kuambil ternyata adalah koran yang sama dengan yang kemari saat keberangkatan aku terima walau beda edisi. Masih ada ulasan Bondan Winarno sang redaktur mengenai makan dan makanan. Mengherankan dengan redaktur satu ini, pikirku. Disaat redaktur lain lebih membuka matanya pada masalah politik, ekonomi ataupun sosial terntanya dia lebih suka membuka mulut untuk urusan rasa makanan. Syah saja! Nyatanya tulisan dia mengenai jalan sutra cukup mengenalkan publik akan tempat dan makanan khas yang tak banyak diketahui. Membuka mata kita bahwa ada dunia unik disekitar kita bila kita mau sedikit menengok dan mencari. Pantas bila dia menjadi icon di acara wisata boga salah satu produk kecap terkemuka.
Karena idenya ini juga selama mengadakan pelatihan di Solo aku dengan beberapa rekan lebih prefer untuk hunting beberapa makanan khas Solo daripada merasakan makanan hotel yang harus akui membuat lidah tak berasa. Malam pertama timlo solo di jalan supomo dan wedang dongo di ujung jalan keprabon jadi santapan pembuka. Timlo sejenis sup jawa dengan rasa khas jawa, manis dan gurih. Sementara dongo tak lebih dari wedang ronde dengan isi yang lebih beragam. Sayangnya sampai disini aku harus menyerah karena ternyata perutku sudah mengingatkan untuk tidak lagi di isi.
Malam ke dua kami mencobai menu nasi liwet dan wedang ketan campur kacang putih dengan tempat yang tak jauh dari ujung jalan keprabon. Sejauh ini aku belum merasakan satu experient yang menarik saat menyantap makanan khas itu. Aku pikir binis makanan akan berhasil bila bisa mengangkat rasa atau suasana, atau malah keduanya. Beberapa tempat ini hanya unggul sedikit dalam soal rasa selebihnya hanya mengandalkan kepopulerannya. Kepopuleran yang lupa untuk dijaga, lupa diingat bahwa satu bisnis yang jalan ditempat adalah berarti satu kemunduran.
Beruntung saat break makan siang hari terakhir kami bersepakat untuk kabur dan tidak makan di hotel dengan alasan yang sama. Tidak Doyan! Parah sekali…. Aku sebenernya lebih prefer makan tengkleng. Sup kambing khas Solo. Sayangnya beberapa rekan berumur menyatakan menu itu sebagai pantangan. Akhirnya diputuskanlah warung pecel ndeso khas Solo sebagai pengganti. Dan ini tidak salah. Terletak cukup dekat dengan hotel di jalan supomo, warung ini dari depan tak ubahnya seperti rumah joglo jawa pada umumnya. Bahkan bagian dalamnya hampir tak terlihat karena tertutup poster papan nama mencolok dan berbaris menu disana. Namun ketakjubanku muncul begitu mulai masuk ke dalamnya. Di ruang utama berdimensi 8 x 8 m2 ini penuh dengan barang antik. Tidak saja model meja dan bangkunya yang unik tapi juga pernak pernik dari lampu hiasan dinding hingga gramaphone tua, mesin jahit dan berpuluh photo lama plus photo baru artis dan orang terkenal yang pernah mampir. Keunikan ini seakan membawa kita dimasa lalu dengan segala kenangannya. Tak cukup sampai di sini keunikan ini berakhir. Di bagian depan sentong tengah yang difungsikan untuk meletakkan semua makanan disajikan beragam lauk dengan menu utama pecel. Dari beragam tumis, serundeng, jerohan, belut bahkan beberapa makanan yang baru aku jumpa hingga nasi merah plus sambal ndesonya. Minuman juga cukup beragam disini, beras kencur, sinom juga wedang jahe, jadi menu favorite untuk dipesan. Bicara soal rasapun sepertinya jangan ditanya.
Satu acungan jempol bagi empunya bisnis ini. Ilmu marketingnya cukup dipraktekkan dengan tepat. Tidak saja mereka memanjakan dengan rasa tapi juga experint yang benar-benar unik. Mmmm ... mengingatnya aku merasa kembali lapar!
“Sudah pak?” Tanya pramugari pemilik senyum manis tadi sembari meminta gelas minumku.
Anggukan kecil aku berikan seraya menyodorkan gelasku.
Dia kembali tersenyum. Manis sekali!
Seketika laparku entah melayang kemana.
posted by kinanthi sophia ambalika @ 5/17/2005 08:42:00 PM -
7 Comments:
hehehe.. bikin lafar ajah... tetep aja makanannya ngangenin :D gimana ama porsinya ? dari dulu aku paling rewel soal porsi yang cuman seipret, maklum nafsu makan besar, tidak sebanding dengan suguhan di depan mata, hehehe...
hehe sekedar buka rahasia ... dulu juga kamu khan yang habiskan jatahku mmmmmm LOL
This comment has been removed by a blog administrator.
hehehe.... emang kita pernah berdua di solo ya ? hakhakhakhak lol deh... jam segini kok ya belom bobok, nunggu apa seeeh..
mbang, kalo nulis mbok yang bener to, itu ada kata-kata baru di situ, experint, udah ganti ya ? :p
huhuy..ada pramugarinya ya..yang mana dulu nie...^_*
udah cobain bakmi jawa yang di pejompongan???
cobain deh..
Heheheh koq bisa sama ya....aku baru aja nulis juga tentang pecel ndeso solo ini...di tempat yang sama pula heheheh
Post a Comment
<< Home