Tengadah di Tengah Makam
Monday, October 03, 2005
By Sam (01102005.06.30)
Secarik Perenungan
"Nyuwun Pak, kulo dereng"
"Bu, kulo bu sekedik mawon!"
"Engkang mriki, dereng lo bu ... lare alite."
"Nyuwun to Pak, kulo wau engkang nyapu mriko"
"Paringke kulo mawon, mangke kulo bagine Bu!"
Suara belasan peminta-minta kian riuh mengerumuni peziarah yang baru usai menabur bunga di komplek pemakaman Bonoloyo sore ini. Pintanya makin menjadi dengan berbagai rengekan dan alasan hingga usaha untuk terus membuntuti sampai gerbang keluar makam. Bagai lebah mereka mendengung tak kenal lelah hanya demi keping-keping receh uang sedekah tak seberapa. Tak hanya ibu-ibu yang menggendong anak bayinya di selendang kumal, anak-anak ingusanpun dengan fasih mengiba dalam tengadah tangan dan muka memelas menunjukkan kemiskinan mereka.
Dalam kerumunan ini aku lebih memilih menghindar. Selalu ....... ! Tidak saja dengan alasan tak tega melihat wajah-wajah derita yang sengaja mereka tunjukkan, namun juga tak suka dengan adegan uluran tangan yang tak mendidik ini. Tapi mau dikata apa. Seperti ritual, semua ini telah tajam mengakar menjadi kebiasaan tak terpatahkan. Di setiap makam besar di Jawa kerumunan lebah ini selalu ada. Menggantung di sisi makam, membagi wilayahnya dan mendengung setiap harinya. Melupakan rasa malu dan meninggalkan harga diri. Tak ingat lagi dengan etos kerja keras dan kebaikan meletakkan tangan di atas daripada menengadahkannya. Memprihatinkan ....... ! Hal ini bukanlah tanpa pilihan, tapi mereka telah memilih kehidupan seperti ini. Mengatas namakan tradisi, memupuk kemalasan dan memanaskan periuk dengan tengadah dan kepuraan.
Di bulan-bulan tertentu dengungan mereka menghasilkan banyak madu. Seperti halnya mendekati bulan puasa atau hari raya. Orang jawa mengenalnya dengan sebutan nyadran. Tradisi mengenang leluhur dengan tabur bunga dan tak jarang membagikan sedikit rejeki bagi mereka yang kurang. Satu kesempatan yang akhirnya dimanfaatkan sebagian orang secara salah. Tak ubahnya seperti mereka-mereka yang ada di perempatan atau pusat keramaian. Mereka melenakan diri dalam kemudahan dan kemalasan hingga merasa apa yang mereka dapat sudahlah tercukupkan. Tanpa keinginan usaha yang lain.
Masih jelas diingatku beberapa waktu lalu aku menerima brosur kampanye dari satu LSM yang menggeluti pengentasan kemiskinan di Jakarta. Satu kampanye untuk tidak memberikan keping uang pada mereka yang meminta di perempatan dan pusat keramaian. Cukup logis kenapa kampanye ini gencar di suarakan. Dari fakta sulit sekali bagi LSM ataupun lembaga terkait menarik mereka yang peminta dari jalan untuk lebih diarahkan pada usaha real yang positif. Satu sebabnya karena mereka cukup terlena dengan tiap keping sedekah yang dengan mudah mereka dapat daripada usaha untuk bekerja dan mengangkat harga diri mereka.
Nyatanya tanpa sengaja sedekah kecil kita membelenggu mereka dalam kemalasan dan ketergantungan. Sedekah yang ternyata menyeret kita dalam lingkar masalah sosial yang tak terputus dan terselesaikan. Saatnya ada tega dalam diri kita untuk keluar dari lingkar itu, berhenti untuk tidak memberi secara langsung. Lebih bijak lagi dalam memberi. Bagaimanapun memberi kail akan lebih menumbuhkan daripada sekedar ikan. Untuk ini tak perlu diperdebatkan karena kita telah dengar dengan nyata dengung mereka di sekitar kita.
Sangat disayangkan belakangan pemerintah sepertinya benar-benar tak bijak memberikan dana konpensasi BBM secara langsung pada rakyat. Setali tiga uang dengan mendidik rakyat menengadah tangan menggantungkan harapan tanpa berbuat dan menyuburkan kemalasan. Tak adakah cara bijak agar kita bisa lebih bisa mandiri dan berfikir kreatif menghadapi setiap kesulitan hidup yang tiap hari tak usai muncul ke permukaan. Tak bisakan pemerintah mengeluarkan kebijakan arif secara jangka panjang hingga rakyatnya sedikit punya harga diri dan martabat yang bisa dibanggakan.
.......
Bergegas aku menuju mobil dan saat kubuka handle pintu. Seorang anak telah berada di belakangku. Kumal dan bertatap nanar.
"Pak ... nyuwun, pak!"
"Buat makan pak!"
Aku dalam cekat. Idealis dan nuraniku tak hanya di dipertentangkan namun juga dibenturkan!
posted by kinanthi sophia ambalika @ 10/03/2005 05:27:00 PM -
6 Comments:
Duh..kl aku dimampiri sama anak2 kecil yg minta2 suka gak tega mas. Gak peduli kata orang itu gak mendidik selalu ngasih uang ke semua peminta-minta, aku lbh dengerin kata hati aja..dan insyaAllah kl aku punya..aku selalu berusaha ngasih
belum siapnya rakyat, untuk menerima keputusan yang tergesa-gesa, sementara beban yang dipikul dibebankan semuanya ke rakyat, luka lama belum sembuh sudah digores lagi oleh luka baru, kasihan ya bangsa ini, jadi bingung mau pulang juga Sam, kalau keadaan Indo masih begitu, bukan takut atau tidak yaqin akan Dia Yang Maha Mengatur tapi gimana ya,..salam Sam nice entry..met puasa aja
gw pernah nanya sama anak-anak kecil yang suka ngemis di permepatan jalan tentang alasan mereka ngemis. sementara kalau mereka mau mereka bisa bekerja yang lain seperti semir sepatu, jualan koran, dsb. Mau tau jawabnya ?? Kata mereka karena mengemis adalah cara paling mudah dan cepat untuk mendapatkan uang. Kalau jualan koran harus mengeluarkan tenaga untuk menjajakan koran dan pasti ada resiko tidak laku. Demikian juga menyemir sepatu, sudah capek-capek uang yang didapat tidak seberapa banyak di bandingkan mengemis. Ckckckckc
Tangan di atas, lebih baik dari pada tangan di bawah.
Hmm..
emang bingung juga sam
aku juga suka bingung..
antara kasihan ke anak anak itu.. tp juga kesel lihat emak mereka di pojokan jalan berteduh enak enak an ngeliatin anaknya minta minta..
..
jadi. sak ono ne wae samm.. nek pas ono yo.. ayo
nek pas ra ono.. ya.. mohon dipersorry aja..
Met puasa
sam..indonesia dulu tuh kaya banget sama yg namanya oil and gas..tapi itulah moral pejabat kita bejat yg mudah di suap...sam waktu aku training di beberapa negara ,temen2 bule bilang negara kamu tuh indah dan kaya..tapi manusianya yg mudah di suap...contoh aja pertamina,pripot,newmont..walah sam banyak...itu semua di kerok habis sama negara lain. dan sekarang ya cuma sisa ampasnya..dan hidup tambah parah di negara kita. kadang aku benci sam untuk pulang ke negara ku sendiri, karena merasa tidak nyaman karena pemerintah sendiri nggak menciptakan rasa nyaman buat rakyat nya....salam sam, banyakan nggak nih comment nya..hehhehe
Post a Comment
<< Home