Satu Kilo Menuju Rumah-Nya

Thursday, October 06, 2005

By Sam (06102005.13.47)
Secarik Perenungan


Ramadhan masih di ujung pintu, untuk tarawih pertama aku putuskan mencari masjid terdekat dengan kantor. Pikirku lebih baik menghindari untuk tidak pulang awal. Takutnya malah terjebak macet hingga semuanya menjadi lewat begitu sampai rumah. Masjid Hidayatullah di belakang Perkantoran Anggana Danamon jadi pilihanku. Selain terjangkau jaraknya, masjid tua ini terlihat cukup unik dan belum sekalipun aku mensujudkan diriku disana.

Tepat pukul 18.27 aku meninggalkan kantorku di BRI 2 Centerpark, memilih berjalan menjangkau masjid yang tak kurang hanya satu kilo jauhnya. Biasanya aku lebih memilih dengan bus way bila menjangkau daerah sudirman atau Thanrin. Tapi sepertinya jarak masjid ini terlalu dekat untuk sebuah busway. Akan lebih capek menjangkau haltenya daripada masjidnya. Dan mau tak mau jalan kaki jadi pilihan terakhir. Dan sebelum pergi aku kuras isi ranselku yang biasanya dipenuhi barang-barang elektronik semacam PDA, Handphone, kamera juga kabel- charger hingga MP3 player hingga tinggal dompet dan sajadah saja. Sebenernya aku cukup geli, kenapa aku sephobia ini jalan kaki di wilayah Jakarta. Tapi siapa yang mau mengambil resiko! Satu bentuk kebebasan yang sebenernya telah terampas …

Waktu sepuluh menit untuk satu kilo perjalanan mestinya nyaman untuk aku jalani, tapi nyatanya tidak malam ini. Keluar komplek kantor telah terbentur dengan peraturan baru gedung mengenai arus keluar masuk komplek. Bukan hanya aku, beberapa pengunjung dan penghuni gedung harus memutar dan melalui pemeriksaan. Tak hayal, ini semua imbas dari bom Bali 2. Bisa jadi ini langkah pencegahan tapi … benar ini sama sekali tidak mengenakkan, terkesan mengada-ada dan amat sangat tidak efektif. Terpaksa aku ikuti meski untuk kedua kalinya aku memaklumi dalam hati. Siapa yang mau mengambil resiko!

Keluar gerbang sentra BRI telah disambut dengan berpuluh pengojek yang kacau tak teratur. Sesekali mereka melintas melawan arah dan berebut memburu bis yang merapat perlahan. Sambutan lain datang dari pedagang kaki lima yang menggelar majalah, makanan, minuman, hingga kacamata, jam tangan dan jepit rambut! Bahkan beberapa kaset dan CD bajakan berbaur diantara tinta suntikan serta stocking juga celana bekas! Komplit! Mereka menyebar mulai diatas jembatan penyeberangan, menempel di halte, menggelar di kolong jembatan hingga mengusung gerobak memenuhi trotoar. Hiruk pikuk menyesak bersama puluhan penanti kendaraan umum yang selalu penuh dan berdesakan di tengah kemacetan dengan sebaran asap hitamnya. Tak jarang para pengemis dan gelandangan menyeruak diantara kuli-kuli galian yang merebahkan badan dipojok-pojok taman tak terurus sambil tengadahkan tangan.

Dadaku makin sesak melihat carut marutnya tata kota. Tatanan yang telah kehilangan tidak saja jadi diri bangsa tapi juga rasa kemanusiaanya. Tatanan yang tidak diperuntukkan bagi kemudahan dan kenyamanan kita penghuninya melainkan tempelan-tempelan proyek ini dan itu dimana kita harus menyesuaikan dengan sarana tak memadai yang dipaksakan. Semakin aku coba cerna keadaan sekitar terasa makin tersendat nafasku!

Duh gusti …. !

Sesaat aku tak ingat bahwa aku berada di satu negri yang konon kata orang adalah zamrud katulistiwa, yang bermandikan kolam susu dan terbuai dalam limpahan kekayaan alam dan madu. Negri yang dijuluk gemah ripah loh jinawi dan paling tidak satu negri yang telah mengenyam kemerdekaannya! Kurang apa lagi!

Ternyata …!

Kemakmuran yang ada hanyalah sejumput waktu menunggu bus yang selalu penuh di trotoar berlubang dengan asap pekat yang terhirup. Kenyamanan kita hanyalah sekedar membeli barang kelontongan pinggir jalan sambil menyantap roti asongan … tidak bisakah kita merasakan hal yang lebih dari itu. Menjalani hari-hari dengan lebih bermutu. Dimanusiakan dan dimakmurkan hidup kita oleh yang punya dan yang mengatur negri ini, secara lebih bermatabat lagi.

……………

Ketika aku sampai di rumah-Nya. Sebakul kekesalan ingin kuadukan. Kutumpahkan dalam tanda tanya yang ingin segera kudapat jawabnya. Namun …. Kuingat Ramadhan masih di ujung pintu. Ku pilih untuk membawa kesalku dalam doa. Meminta agar mereka-mereka yang memimping negri ini dikembalikan ….. Nuraninya! Diingatkan agar mereka tidak menjadi golongan pemimpin yang mendzolimi rakyatnya ….


Marhaban yaa Ramadhan.

Gusti …………………………………………….
Satukan nurani kami yang terserak!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 10/06/2005 03:25:00 PM -

8 Comments:

Blogger mamat ! said...

hmmmm.. cuma bisa mengelus dada, melihat fenomena yang ada di depan mata. Seribu tanya juga tersirat, ada apa dengan negeri ini.
Mudah2an Ramadhan ini bisa menjadi awal dari sebuah 'perbaikan'.

Met puasa yah

5:03 PM  
Blogger Kasih said...

nice writing sam! though.. some words i coudn't understand, i believe i understand what's the writing is all about...

12:14 PM  
Blogger yaya said...

Ujian di mana-mana ya mas, kalo udah mau yang namanya ibadah. Semoga kita semua selalu di bawah bimbingan Allah SWT yaaa...

9:53 PM  
Blogger L. Pralangga said...

Dear Sam,

Nice entry indeed, I guess that's the hard facts of our beloved home-city, as I am due to be on home-leave soon, I may be facing some discomfort strolling-around :), I guess, with your entry - could share the thoughts and making more grass-root awareness and mvoements to make the city friendlier and more human with comfort to live in. Keep writing and sharing, as surely those city administrator are blog-hopping on yours and start to fell criticized.

Warm greetings from Monrovia, as it is even worst here :)

12:58 AM  
Blogger Nauval Yazid said...

ramadhan taun ini sepertinya jadi ramadhan yang sangat membutuhkan kesabaran, seperti tertulis di entry ini.

sedih, tapi harus tetep sabar dan tawakal.
semoga ada titik cerah :)

3:00 AM  
Blogger .:nien:. said...

Hmmm ... I'm so speechless, hunny! Tapi that's the reality ...

1:12 PM  
Blogger john hendra said...

bagus sam postingannya..,met nunaikan ibadah puasa.

6:49 PM  
Blogger cikubembem said...

mmm... ak juga kalo di indonesia tu takut. pulang kemalaman takut, naek taksi takut, dll dll. padahal disini... hihihi... tidur di depan stasiun gara2 ketinggalan kreta pun pernah dijalanin, pulang selalu menjelang subuh, tapi sante2 aja. dulu tu awal2 rasanya seneeeeeeeeeeeng banget. that's what i call freedom, yup, bebas dari rasa takut :)

2:58 AM  

Post a Comment

<< Home