Sejumput Kapas Randu
Sunday, December 02, 2007
Badanku berayun mengikuti gerak gerobak yang ditarik sapi menapak jalan berbatu. Tak hanya membuat penat. Tulangkupun turut ngilu saat batu dan roda kayu saling beradu. Jarak masih dua kilo lagi namun serasa sehari perjalanan ini telah aku lalui. Aku tak sendiri. Ada dua wanita tua dengan muatan dari pasar menemani. Bedanya perjalanan ini adalah langkah hari-harinya. Namun bagiku, ini perjalanan pertama sejak sebelas tahun lalu aku meninggalkan desa ini.
Jalan masihlah sama. Aspal hanyalah muncul saat mulut manis para pamong menebar janji untuk dipilih. Selebihnya jalan tetap bergumul dengan debu dan ketidak rataan. Matahari mulai diubun-ubun, namun gerobakku teduh dipayungi jajaran pokok pohon randu yang meranggas. Daun randu mulai meninggalkan dahan yang telah dipenuhi berpuluh buah merekah dan menebarkan putih kapasnya. Dalam tiupnyapun angin mulai mengajak kapas randu menari di peluknya.
*******
“Bu ... apakah salju putih seperti kapas randu itu?,” Tanyaku ingin tahu.
“Ya, persis sekali. Putih & lembut, turun beriringan namun tidaklah sepanas ini. Salju itu dingin.” Terang ibuku sambil meraih sejumput kapas yang terbang kewajahnya. Kulihat kapas-kapas randu melayang dengan indahnya menabur tanah desaku dengan kelembutannya.
Aku tak tahu apakah ibuku pernah menggenggam salju di tangannya terlebih merasakan lembut dan dinginnya. Sejak pertanyaanku itu aku selalu bertanya seperti apakah salju itu. Meski ibu selalu menunjukkan pada kapas randu yang berurai berjatuhan, namun aku tak pernah puas. Ibupun kadang harus menunggu musim hingga kembali bisa menunjukkan salju lembut desa kami. Tapi kembali aku tak puas. Aku ingin menyentuh salju yang bukan dari desaku, salju yang lembut namun dingin.
Rengekanku membuat ibu harus menggadai hartanya dan melepas warisan yang ayah tinggalkan. Rengekankupun membuat aku harus terpisah dengan ibu dan desaku beberapa tahun hingga tiga tahun lalu aku bisa menyentuh salju sesungguhnya. Dalam girang kukabarkan pada ibu, dan ibupun membalas dalam suratnya dengan sejumput kapas randu. Aku menangis!
*******
Sejumput kapas randu itu ada disakuku. Dengan lembutnya kapas ini kutahu ibu memanggilku kembali. Bukan untuk ditimang dipangkunya. Namun untuk membangunkan anak-anak desaku agar punya mimpi dan harapan tinggi. Agar mereka punya mimpi untuk mengenggam salju lembut dan dingin. Salju yang bisa memudarkan lingkar kemiskinan dan kebodohan.
Ibu aku pulang ... !!!
Labels: Ceritaku
posted by kinanthi sophia ambalika @ 12/02/2007 10:24:00 PM -
8 Comments:
u re great mas..bikin aku rindu ibu
itu tadi komenku huhuhu kok anonym yah
hmm, bikin kangen ma ibu nih :)
jadi kangen...
mmm..
[spicles..gak tau mesti komen apa]
Asl...mas..terimakasih banyak sudah mampir di kandang kudanya..ehe..nggak ketemu sama kudanya ya ? lagi merumput kali..Mas..gw salut..cerita mas mengalir begitu tenang...jarang mas orang spt mas yg peduli ama orang laen...pokoke salut deh...thanks.
Membuktikan kasih orang tua gak ada batasnya ya, Mas. Rela berbuat dan mengorbankan apa aja demi kebahagiaan anak-anak mereka..
Hiks..hiks..
jadi inget dulu papa pernah minta bantuan orang lain buat operasi jantungku..
bikin kangen sama salju....
salam dari Bali yang panas (baik kepala maupun hati) hehehhe...
Post a Comment
<< Home