Insiden Anjing & Blink-Blik
Tuesday, June 05, 2007
Langkahku
“Ini pasti kerjaan kamu ya Oom!” Kata Maya keponakanku yang langsung menghambur ke arahku sepulang sekolah. Aku yang sedang mensortir photo di ruang tamu jadi sasaran gelitikan dia.
“Woe … apaan she?” Aku menghindar-hindar kegelian. “Kerjaan apaan?”
“Hayo ini apa!”
Aku lihat Maya mengeluarkan sesuatu hari tas sekolah barbienya yang terlihat berat dan amat penuh sesak.
“Huahahahaha,” Tawaku tak putus melihat apa yang dikeluarkannya dari sana.
Sebuah Boneka Anjing pudel putih ukuran besar
Sebuah boneka yang lumayan berat … yang semalam aku selipkan ditas sekolahnya!
Maya kembali manyun.
Gak mudah untuk menanamkan satu kedisplinan kepada seorang anak. Tak dipungkiri bahwa kebiasaan dan cara didik amat sangat berpengaruh, terlebih contoh yang diberikan oleh orang-orang sekitarnya. Tak terkecuali bagi Maya. Keponakan perempuanku yang baru 9 tahun Agustus nanti. Pagi hari adalah hari yang melelahkan bagi seisi rumah untuk mempersiapkannya ke sekolah. Yang mulai susah bangun, susah mandi hingga susah untuk mengecek buku-bukunya yang akan dibawa hari itu. Hingga sering-sering ada “nyanyian pagi” darinya atau alasan-alasan klasik agar terhindar untuk masuk sekolah.
Kepulanganku ke jogja seringkali aku manfaatin untuk maksimal dekat dengan Maya dan Bagus kakaknya. Dengan cara ini kadang dapat temuan-temuan akan masalah-masalah mereka yang sebelumnya tak tampak. Jumat malam kemarin aku gunakan untuk mengecek seberapa daya serap maya dalam English. Beberapa buku kami keluarkan dari tas Maya. Dan setengah jam kedepan kami belajar bersama. Giliran membereskan buku Maya mulai ogah-ogahan. Seribu satu jurus alasannya keluar. Hingga aku yang dengan berat hati mengerjakannya sembari cari cara mengubah kebiasaannya ini. Dan Boneka anjing itulah hasilnya.
“Gimana, apa masih gak perlu buat periksa tas sebelum berangkat?”
Maya kembali tersenyum getir. Sepertinya dia tak ingin kesialan hari ini terulang!
*******
Sabtu malam kami kakak-kakakku mengajak jalan ke Galeria mall. Tak kecuali Maya yang kembali membuntutiku. Sementara Mamanya dan kakakku yang lain mengitari outlet-outlet konsumtif, aku ajak Maya memisahkan diri. Sengaja aku ajak dia melihat bazzar buku. Hasilnya dia tertarik dengan buku mengenai prakarya. Buku cara membuat berbagai aksesoris untuk putri dan peri berbahan dasar kertas dan manik-manik. Meski ”bukan gue banget” aku pikir satu hal positif bisa menumbuhkan minatnya untuk kreatif. Dua bukupun akhirnya berpindah ke tangannya. Dan tak lepas hingga sampai rumah.
”Oom besok jam berapa?”
”Besok, ada apa?”
”Kita khan akan buat prakarya ini?”
”Hah ... kita?”
Minggu pagi Maya sudah siap, bahkan tak ada ”nyanyian pagi” seperti hari-hari sekolah. Ditunggunya aku hingga aku siap mengantarnya beli beberapa bahan prakarya ini. Tak ingin mematahkan minatnya yang mulai nyala kamipun berangkat berbelanja. Beberapa plastik belanjaan akhirnya kami dapat dengan isi kertas asturo berbagai warna, glitter, lem fox, berbagai macam pita dan manik-manik, kuas, selotip dan beberapa pernik kecil lainnya. Kami gelar semua itu di meja. Ritme anak memang tak bisa ditebak saat semuanya sudah siap dan dia tinggal mengerjakan tiba-tiba minatnya hilang. Tak mau sia-sia akhirnya aku mulai dorong dia dengan berbagai contoh dan keyakinan bahwa apa yang dikerjakannya sudah benar dan bagus. Sepertinya aku yang mulai tak sabar karena harus melakukan pekerjaan tangan yang penuh dengan blink-blink dan serba pink ini. Kakak dan ibukupun mulai geli dengan tingkahku. Mau apa lagi. Kadang contoh real lebih bisa diserap anak-anak daripada sekedar perintah atau petunjuk.
Saat malam setengah contoh sudah kami selesaikan. Maya UUB keesokan harinya sementara akupun akan balik jakarta.
”May ... gimana nih, siapa yang beresin?”
”Biarin aja Oom, entar aku beresin!”
”Hah ... !” Mimpi apa bocah ini. Apa takut terjadi insiden anjing kemarin.
”Yakin kamu.”
”Iya ... udah biarin aja.”
Aku masuk kamar dan tak lama kemudian aku lihat maya dengan tekun memisagkan manik-manik dalam kantong berbeda demikian juga dengan lem dan segala pernik lainnya. Kertas digulung dan terakhir disapunya lantai hingga bersih kembali. Aku cuma tersenyum. Mungkin benar mendidik anak kadang tak perlu banyak bicara karena anak lebih membutuhkan contoh dari kita. Termasuk kekonsistenan dan tekat kita untuk menumbuhkan minat dan semangat dia!
Labels: Langkahku
posted by kinanthi sophia ambalika @ 6/05/2007 02:25:00 PM -
10 Comments:
"Bukan gue banget" ?
wah, kalo gitu ajak aku aja, Mas..
aku hobby koq..iseng2 bikin 'prakarya' begitu.
ada kepuasan tersendiri saat berhasil bikin sesuatu by myself.
Glek..hihi, kok aku malah
jadi agak terharu ya mas
baca postingan yg ini?
You've changed deeh...
hehehehe, udah siap donk niih jd bapak?
Tapii iseng benerrrr sampe masukin boneka ke tas sekolah ponakannya, ck..ck...ck..
Bonekanya mirip banget sama guk-guk asli. Tp mungkin ceritanya agak beda kalo yg dimasukin ke tas pudle asli...
boneka doggienya buat gue aja, Sam :D huehuehuehueheu
selamat yaahh, sukses ngebuat ponakanmu beres-beres sendiri :D
huhahhahaah..
senjata makan tuan ya mas..
tp gapapa lah..
toh berbuah hasil positive kan buat ponakan mu..
aku juga lebih suka kasih kado2 yg menimbulkan kreativitas buat ponakan ku drpd yg skedar boneka, baju, etc..
Ah Maya..dia emang lucu yah Mas..manjanya bikin kangen, tapi salut deh dengan Om yang penuh perhatian ini. Om yang baik
bro...
kini giliran gw yang gak bisa buka SB loe... :(
nape ya ? tampilannya "error request" gitu ..
Setuju ama Yaya. Kayaknya Sam udah waktunya nih untuk punya momongan... :) :) Sudah siap... buktinya bisa membantu mendidik keponakannya... next, would be... mendidik anaknya sendiri dong ya... :) :)
memang om yang baik
wah pinter nih cara si Oom mendidiknya, aku sampai skrg masih suka bingung nyari formula yg tepat untuk mendidik anak, masing2 beda2 sih ya...
nice post
thx dah mampir. senang kenal kamu, foto2nya hebat...
Post a Comment
<< Home