Flash Flash Flash [Buku Hajatan # 2]

Monday, November 27, 2006

By Sam (27112006.12.43)
Langkahku

Kembali bersama 43 rekan dari Blogfam kami menerbitkan buku hajatan "Flash Flash Flash ~ Kumpulan Cerita Sekilas". Dipayungi Penerbit Gradien Jogja buku ini mengangkat berbagai tema dengan batasan kata 126-216 kata tiap ceritanya! Unik. Nantikan Terbitnya Desember ini. Berikut 2 ceritaku yang termuat dengan mengangkat tema "perempuan":
Bedebah … !


Bedebah … ! Umpatku berulang.

Bukan mauku bila Oom Besar lebih sayang dan memanjakanku daripada anak-anak murtadnya atau kacung-kacung penjilatnya. Bukan pula inginku bila aku lebih bisa berpeluk mesra dan tidur bersama dalam belai kehangatan meski Oom Besar mulai tua dan makin terkapar tak berdaya.

Bedebah ... ! Makiku tak henti.

Berhentilah untuk memanggilku pelacur jalanan, perempuan murahan atau si mata duitan. Karena aku tak menjual diriku dan juga tidak menggadaikan kehormatanku. Aku hanya membagi gemulai dan kemanjaan untuk sesuap makanan.

Bedebah ... ! Kutukku menyeletuk.

Teganya kalian membekapku saat lelapku dan mengikatku saat Oom besar sekarat. Nyata sudah, bulat niat kalian untuk menuntaskan dendam. Menyingkirkanku dari kemewahan. Lalu kini sudah 1 jam perjalanan kalian membawaku pergi.

“Bedebah enyahlah!” Umpat kalian penuh kesumat.

“Meooong ... !” Lolongku penuh kesakitan menahan kerasnya benturan saat tubuhku dilemparkan. Terkaparku penuh memar.

(num of words: 138)

Hati Kardus Bunga Ranjang


Aku bertanya apakah hatiku terbuat dari seonggok kardus. Lembab dan hanyut begitu hujan membasah. Kering dan terbakar saat api memercik. Kardus yang membungkus ketidakdayaku.Nasibku dipahat dengan kasar. Belumlah mekar kelopakku saat ku dipetik paksa dari rantingku. Diambil dari daun yang menaungiku untuk dijadikan penghias ranjang malam. Hiasan yang tidak di hargai dengan belaian namun ditebar untuk hasrat sesaat guna membuang hajat.

“Dar, cinta itu apa?” Tanyaku seketika.

Darmi sepertinya tuli. Matanya masih menatap kaca memulaskan bedak tebal disela kerut halusnya. Badannya bergoyang mengikuti rentak dangdut yang riang memanggil pelanggan. Sesaat Darmi menggeleng, meletakkan gincu merahnya … menghampiriku.

“Dengar,tak ada istilah cinta bagi lonte macam kita. Cinta bagi kita adalah uang dan bagi mereka adalah kepuasan. Kita jualan. Orang jualan tak tahu apa itu cinta. Ngerti!”

Aku mengangguk tanpa paham.

Malam kemarin, malam ini juga nanti aku tetaplah bunga ranjang. Yang di taruh di kamar kamar sempit seadanya di salah satu dari sekian puluhan rumah remang di daerah bejat ini. Aromaku semerbak menggoda lelaki untuk datang. Mereka bukanlah kumbang tapi sekumpulan lalat. Mereka tidak menyerbukkan sariku tapi mematuknya lalu menyelipkan lembar rupiah di kutang-kutangku. Mungkin benar mereka tak tahu apa itu cinta. Mereka hanya membeli. Mengambil lebih dari apa yang semestinya tak ku beri.

Kembali kusadari hatiku hanyalah seonggok kardus yang tak mampu membungkus KEHORMATANKU sendiri.

(Num of words: 216)

posted by kinanthi sophia ambalika @ 11/27/2006 12:41:00 PM - 3 comments

Connected Part #2 ~ Go-Blog Jogjakarta

Monday, November 20, 2006

By Sam (20112007.11.57)
Woro-Woro ~ Kumpul Maneh Neng Jogja


DISKON IDR 25.000,-

Bagi Pendaftar sebelum tanggal 5 Desember 2006

Untuk Join Hubungi:


Mamat
http://semuatentangmamat.com
bintangmamat@gmail.com
081310620092

Sam
http://samwords.blogspot.com
ptssa@indo.net.id
08129033643

Unai
http://mentaree.blogspot.com
ambarwati_yuni@yahoo.com
081328430546

Gita
http://blossoming-g.blogspot.com
gita.aprinta@gmail.com
08122840372

Seru & Rame Loh ... Join Yuk!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 11/20/2006 11:53:00 AM - 3 comments

SALam Lestari Dari Samwords

Wednesday, November 15, 2006

By Sam (15112006.12.53)
Langkahku


Saya meragukan bila tak banyak orang yang mengenal WWF (WWF = World Wide Fund for Nature), namun saya tak yakin bila banyak orang mengenal WWF-Indonesia secara mendalam. Tentang apa itu WWF terlebih kiprah dan kontribusinya sebagai garda depan dalam melakukan upaya konservasi keanekaragaman hayati bumi negri ini. Mungkin pendapat ini pula yang disadari sekali pihak WWF sehingga belakangan upaya untuk mengkomunikasikan dan mempublikasikan kinerja WWF lebih dimaksimalkan. Tak hanya adanya awareness terhadap WWF yang coba mereka bangun, namun lebih dari itu kesadaran akan tanggung jawab masyarakat terhadap keberadaan dan peran lingkungan itulah yang utama di tekankan.

Sejak berubah dari WWF Internasional kantor Program Indonesia menjadi WWF-Indonesia, yang secara hukum diakui sebagai organisasi Indonesia dengan status yayasan di bulan April 1998. WWF –Indonesia telah menjadi bagian dari WWF Global yang terdiri dari 27 organisasi nasional, 6 organisasi sejawat, dan 22 kantor program di seluruh dunia. Di Indonesia WWF bekerja di 16 Propinsi dengan tak kurang 260 staf di dalamnya. Wilayah Kerja WWF – Indonesia mencakup program-program yang dikembangkan sesuai dengan 6 tema strategis yaitu
hutan, laut, air tawar, species, perubahan iklim dan bahan kimia berbahaya. Hingga kini, program bahan kimia beracun masih dalam tahap perencanaan, sementara program perubahan iklim dan air tawar relatif masih berkembang. Tetapi program laut, hutan dan spesies telah tumbuh menjadi program yang kuat dan mencapai banyak kesuksesan.

Ragam media komunikasi WWF-Indonesia yang dikembangkan meliputi Newsletter (SAL-am ~ SAHABAT alam) yang terbit setiap 3 bulanan, E-Newsletter serta blog (
www.akusayang.com) . Beberapa bulan lalu peran supporter untuk mengisi media ini dengan tulisan mulai digalang. Hasilnya, untuk newsletter SALam edisi Oktober – Desember 2006 sebuah tulisan dari SAMWORDS dimuat dalam rubrik Ruang Supporter. Tulisan ringan yang dimuat mengetengahkan pemikiran pengelolaan sampah hingga tidak lagi menjadikan sampah sebagai Kambing Hitam di setiap bencana bagi kita.


.......

Masih dalam rangkaian kiprah WWF-Indonesia. Sabtu 11 November 2006 digelar acara pembuka berupa "Ragunan Visit" Let's Feed the animal and learn more about them with WWF! yang merupakan satu dari beberapa rangkaian acara "BUMIKU SATU: Taking Action For A Living Planet" yang akan berakhir hingga April 2007 nanti bertepatan dengan Hari Bumi. Acara yang berlangsung seharian ini cukup heboh dengan kegiatan feeding animal, fun games, juga Sumatran tiger fact sheet distribution. Tak kurang dari 80 orang yang terlibat mulai dari peserta keluarga, siswa SMA hingga peserta umum yang terbagi dalam beberapa team. Tak kalah hebohnya team 2 yang didominasi peserta dari milist supporter WWF termasuk diriku. Tak hanya karena paling rajin berfoto bareng tapi juga sempat tersesat dan terpaksa dijemput panitia.


Nyatanya dalam kegiatan ini kita disadarkan banyak hal yang bisa kita perbuat untuk lingkungan kita, tak perlu dengan kegiatan besar tapi berusaha melakukan hal-hal kecil yang berwawasan lingkungan dan mejadikannya budaya setiap harinya, sudah merupakan satu kontribusi yang mempunyai dampak positif bagi alam. Selebihnya saya makin mengenal WWF-Indonesia yang tidak hanya secara sempit saya kenal sebagai lembaga yang hanya konsen terhadap satwa langka dan habitatnya lebih dari itu WWF-Indonesia secara luas bekerja secara terfokus pada 6 tema strategisnya secara sinergis.

Ingin lebih dekat mengenal WWF Indonesia dan kiprahnya, Kontak:

WWF-Indonesia (Head Office)
Kantor Taman A9 Unit A1,

Kawasan Mega KuninganJakarta Selatan 12950, Indonesia
Telp: 021-5761070
Email:
support-wwf@wwf.or.id ,
Website:
www.wwf.or.id, www.akusayang.com

Salam Lestari

posted by kinanthi sophia ambalika @ 11/15/2006 02:53:00 PM - 4 comments

Pak Jari

Wednesday, November 08, 2006

By Sam (01112006.17.21)
Langkahku

Aroma bedak tabur dan semarak sabun mandi batangan menyambutku menapak masuk. Aroma khas yang lebih dari 27 tahun tak lagi aku rasai lewat penciumanku, kini kembali mengusikku. Kujumpai dua orang asing yang tak lagi aku kenal sedang melakukan pekerjaannya, juga dua orang yang lain yang mengantri sembari termangu. Aku masuk dengan canggung menunduk menghindar tatapan mata, beringsut duduk berjajar di bangku antrian. Tak pernah terbayangkan aku akan berada di tempat ini lagi.

Dua puluh tujuh tahun bukan waktu yang singkat. Tapi cukup terasa singkat bila berada di ruang ini. Ketidak berubahannya membuat terasa masih menengok hari kemarin di sini. Ruangan ini masih sama. Luasan 3 X 10 meter dengan langit-langit yang tinggi masih terisi 5 bangku cukur. Didepannya terdapat meja peralatan dan 3 bingkai kaca cermin memanjang terpaku di dinding, demikian juga dibagian sisi berseberangannya. Jajaran bangku antrian tepat berada di belakang bangku cukur dibawah deretan cermin belakang. Kesemuanya mulai menua, kusam dan rapuh. Tidak saja lantai teraso yang makin pudar motifnya namun juga bangku dan semua peralatan kerja yang ada. Satu-satunya barang baru yang terlihat adalah razor cukur elektrik yang menggantikan razor capit lama. Selebihnya masih sama. Bahkan aku masih bisa melihat pengasah pisau dari kulit, gunting-gunting yang di bebat tangkainya dengan kain, juga sabun lifeboy yang biasa digunakan untuk pelicin kerokan cambang.



Aroma di sini masih tercium kental. Dan bayangku serasa masih mencium pula aroma ibuku yang biasanya menemaniku bila kemari. Teringat 27 tahun yang lalu aku selalu sembunyi di belakang ibu untuk memasuki tempat seram ini. Memasuki ruang pangkas rambut yang keberadaannya menempel pada bangunan induk peninggalan Belanda yang diperuntukkan bagi Mess Anggota Angkatan Darat. Wajar, karena ini memang tempat pangkas rambut anggota Angkatan Darat. Meski begitu tak sedikit orang umum menggunakan jasa disini karena terkenal dengan potongannya yang rapi dan sangat “tentara”. Tak ada pilihan potongan lain kecuali pendek dan cepak. Jujur aku kurang suka kala itu, tapi mau dikata apa ini pilihan ibuku.

Bulan maduku dalam mengenal tempat ini tak begitu memprihatinkan karena saat pertama diantar ibu aku dikenalkan dengan Pak Jari. Entah, mungkin ini nama panggilannya. Orang paruh baya dengan rambut gondrong putih dan berperawakan kurus tinggi. Dengan tangan dinginnya kerewelanku bisa diatasinya bahkan tak jarang akhirnya aku berani datang sendiri kemari untuk di pangkas oleh dan hanya oleh Pak Jari. Mengandalkan trik pura-pura mengantuk dan tertidur Pak Jari dengan senang hati akan mendahulukanku meski aku berada pada antrian buncit. Hingga akupun bisa pulang dengan satu senyum manis. Selain kesabarannya menghadapi anak-anak sepertiku yang suka bertingkah dan tak bisa diam saat dicukur Pak Jari juga pintar memangkas sehingga 2 pusar di ubun-ubunku tidak membuat rambut ku berdiri seperti ekor nanas.

“Pak Jari mana?” Ucapku membuka kata ketika aku telah duduk di bangku cukur yang biasa digunakan Pak Jari dan tukang cukur yang akan memangkasku menyelimutkan kain putih di leherku.

“Istirahat mas, capek!” Balasnya “Beliau mencukurnya hanya pagi hari saja sekarang”.

“Pasti sudah sepuh ya,” Tanyaku membayang.

“Bener mas, lha wong anaknya saja sudah setua itu,” Jawabnya lagi sembari menunjuk tukang cukur disebelahnya.

Yang ditunjuk terkekeh mengulum senyum, “Dan yang memangkas mas itu adalah anak saya, berarti dia cucunya Pak Jari khan”.

Kami terbahak menertawakan lingkar kerabat yang turun-temurun terpaku pada profesi yang sama ditempat ini. Kamipun terlibat dalam pembicaraan yang panjang. Hingga.



“Lho mas kok kenal Pak Jari?”

Pertanyaan singkat membuka kembali banyak kenangan kecil yang mengikatku ditempat ini. Tempat persinggahan sesaat dimana segala sesuatunya terlihat berhenti dan bergerak statis di sini. Tempat dimana aku masih bisa menemukan masa kecilku bersama ibuku ditengah banyak hal yang telah aku lupa dan lupakan. Tempat yang menyadarkan aku bahwa betapa jauhnya aku telah berjalan dan perlahan menguburkan keberadaan kota kecil ini dengan kepindahanku.

“Cukup mas?” Cucu Pak Jari yang telah beranak satu ini mengakhiri guntingannya dan mengusapkan bedak terakhir untuk membersihkan potongan rambutku.

“Ya ... bagus sekali,” Kataku dalam senyum.

Potongan spike-ku telah hilang tergantikan potongan ala sersan. Cepak dan rata. Seperti Pak Jari, cucunyapun bisa menghilangkan ekor nanas di kepalaku. Di cermin aku seperti melihat diri kecilku, suka mengusap kepala setelah rambut terpangkas dan lama mematutkan diri. Dulu ibuku akan segera menyambutku turun dari bangku cukur yang diganjal karena kecilnya badanku untuk mencegahku komplain dan minta yang aneh-aneh. Segera ibu mengajarku untuk menyalami Pak Jari untuk pamit dan mengucap terima kasih padanya. Akh.... tak terasa itu 27 tahun lalu saat aku baru ... 5 tahun.

Catatan kecil saat lebaran

posted by kinanthi sophia ambalika @ 11/08/2006 04:19:00 PM - 3 comments