Tak Cukup Karena Cinta

Monday, January 31, 2005

By Sam: (310105.12.12)

Sobatku Nien pernah bercerita. Alangkah repotnya menemukan cinta. Antara objek dan kata keterangan tak pernah ada kesepakatan. Selalu menjadi “ Wrong Person at the right time” atau malah sebaliknya sebagai “ Right Person at the wrong time” meski aku sebenernya pernah melalui yang terburuk…tobe the wrong person at the wrong time !!!

Bisa jadi cinta memang tak seindah roman picisan yang terjual di emperan toko, bukan pula hal yang menyesakkan seperti halnya tuturan dalam “oh mama oh papa”. Bila memang cinta itu sesederhana itu mengapa justru begitu sulit dan selalu berkelit. Hingga kadang diri inipun kembali ditanyai “ Apa yang kau cari…..???” Apakah benar begitu pemilihkah atau justru ada ketakutan lain sehingga satu ikatan menjadi sangat dipertanyakan akan kebahagian yang bisa dibawanya.

Sementara diluar sana begitu ramai dengan kasus kawin cerai bahkan juga maraknya berita perselingkuhan. Disini masih tetap sepi. Kosong yang tak berhujung. Lelah dalam pencarian. Dan selalu mempertanyakan dalam pengharapan….

Perkawinan bukanlah satu akhir dari satu hubungan yang bernama pacaran. Bukan pula sekedar perhelatan diakuinya suatu ikatan. Lebih dari itu. Pernikahan adalah titilk awal ditanamnya dasar hubungan. Pondasi dasar terbangunnya satu wisma yang berdindingkan konsep kebersamaan. Taklah cukup bagiku membangun Satu mahligai atas dasar cinta….Perlu ada satu tujuan bersama kemana satu bahtera ini dibawa. Perlu ada satu kesepakatan dalam eratnya balutan komitmen. Hasrat cinta bisa jadi akan bergelombang tapi komitment akan perkawinan bagai janji yang tak terlapukkan. Disini satu hubungan akan kembali bila terlalu jauh meninggalkan dasar dan tujuannya.

Ku yakin penantian ini tak tersiakan. Aku hanya perlu menyakini keyakin itu….Tak perlu termangu lagi bila pertanyan usil terlontar. “kapan Menikah …..???

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/31/2005 01:52:00 PM - 0 comments

Aku Akan Mencintaimu Secara Sederhana

Sunday, January 30, 2005

By Sam: (300105.23.17)

Pernah aku ditanya kasihku: "Bagaimana kau akan mencintaiku...!!!"

Aku hanya bisa tersenyum dan berkata: ”aku akan mencintaimu secara sederhana“

Bukan membawakanmu bunga disaat ulang tahunmu
dan membisikkan mesranya kata indah diantara redupnya lilin perayaan.
Bukan pula dengan memuji penampilanmu disaat kau hadir di pelukku
dan bersama menari dalam pesta kolegaku.

Namun...

Memikirkan yang terbaik bagimu disetiap pagi saat kelopak mata ini terbuka.
Mendengarkanmu saat mulut mungilmu beceloteh tentang gelak dan lara.
Mendukung akan langkah dan pemikiranmu.
Dan memelukmu untuk menyatukan rasa.

Bagiku.

Bagiku cinta bukanlah sesuatu yang besar
Yang hanya diberikan saat special
Bagiku cinta adalah benih kecil yang tiap hari harus ditanam
Benih yang akan tumbuh dan menjadi besar
Daunnya memayungi ketentraman hasrat dan jiwa.
Dan
Akarnya erat menyatukan hati dan jiwa yang terserak.
Semua itu sangatlah sederhana


posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/30/2005 11:51:00 PM - 3 comments

Bunga, Buah Dan Pohon

By: Sam (300105.11.39)

Arik sepertinya tak perlu pontang panting menghadapi aku dan Yudha. Malah beberapa strategi yang kami susun berantakan entah karena kami berdua yang kurang kompak atau keberuntungan belum berpihak (bila tak mau dibilang kalau memang kami kalah kelas). Aku sangat amat yakin sekali arik akan berbesar hidung bila mambaca pengakuan ini. Minggu ini jadwal ke 4 kalinya kami bermain tenis bersama, masih ada kawan yang lain. Derry dan Edwin. Kami berlima ... meski tidak bisa dikatakan lima sekawan. Kami bukanlah kelompok detektif cilik yang ada dalam novel saat kami anak-anak bukan pula kelompok lawak. Tapi keberadaan kami tak pernak lepas dari gelak dan tak pernah lepas untuk ide2 baru. Mulai dari mau ikutan kuis di TV, main golf, juga rame-rame berkaraoke. Bahkan satu hal yang parah kami tak pernah lepas dari kamera.

Entah berapa puluh photo kami ada dalam scandisk Digicamku. Tak hanya photo saat main tenis, saat makan bahkan sebagian besar photo nampang telah siap dikirim ke masing masing email tiap hari seninnya. Dan mereka makin kreatif untuk buru buru mensubmit photo itu ke mailist Men’shealth Indonesia tempat kami saling kenal seblulan lalu atau mengisi data diri mereka di Frienster .... sekedar TTP (teber-tebar pesona)

Hampir dua tahun lebih keberadaanku di Jakarta ini hampir tanpa kawan dan sosialisai. Bukan hanya alasan kesibukan, tak adanya jaringan dan ketertutupanku ikut andil dalam memberi peran. Aku hampir-hampir sendiri. Hingga sahabat dari Malaysia memperkenalkan dengan Friendster. Dan akupun mulai akrab dengan mailist juga blog. Media maya yang memberi realitas artinya berteman dan memiliki jaringan ditengah keterbatasan ruang dan waktu juga jarak.

Kelompok tenis MHIku merupakan satu buah kecil yang dipetik dari dahan media virtualku. Masih ada buah buah lain yang memberi manis dan warna makna perjalanan ini. Kuyakin tak kan muncul bunga selama aku tak mampu untuk merawat dan memelihara setiap kuncup yang muncul didahan mayaku. Dan kuyakin takkan tumbuh buah selama bunga yang merekah ... tak kuberi kesempatan terserbuk sarinya.

Cukuplah...dua tahun itu menjadi satu guru bagiku.

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/30/2005 11:46:00 PM - 0 comments

Bukan Daging Kornet

Saturday, January 22, 2005

By: Sam (220105.20.11)

Pagi tadi kurang lebih 41 ekor kambing dan 2 ekor sapi di qurbankan di masjid komplek. Berbagi ... memberi keiklasan dan kasih. Tiap tetes darah yang terserak moga membasahi benih kemuliaan, menyetarakan kesenjangan antara penderma dan duafa.

Hingga sore semua telah rata terbagai bahkan untuk lingkungan sekitar masjid. Suatu kebetulan bila hari inipun aku ajak temen –temen dekat makan dirumah. Ritual sederhana pengikat tali persahabatan bila tak mau berdalih menyalurkan hoby menyantap makanan. Sedari pagi beberapa menu telah siap malah terasa berlebih, makin siang beberapa makanan siap makan datang dari rekan. Mungkin terbersit rasa kasihan .... bagi aku si bujangan. Mereka tak tahu bahwa kegemaranku memasak cukup memuaskan selera makanku ... namun justru dengan siapa aku berbagi keahlian itu, adalah masalah terbesarku.

Daging yang terbagikan lumayan banyak hingga bisa jadi 2 menu, gulai dan lada hitam. Belum lagi disantap dengan minum sparkling favoriteku. Terasa lengkap kebersamaan itu. Aku makin bersyukur bahwa ini bukan daging qurban kornet. Tak bisa kubayangkan apa yang aku masak bila dengan kornet. Mungkin hanya sekedar menu jaman kos dulu....... Indomie dan kornet.

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/22/2005 08:48:00 PM - 0 comments

Daging Kornet

Friday, January 21, 2005

By Sam (210105.14.16)

Idul Adha tak lepas dengan hewan qurban. Mulai dari semarak baunya, hingga pesta aroma daging gulainya. Keasyikan tercipta saat kebersamaan setelah sholat Id dan berkumpul saat penyembelihannya … meski tak tega, bau, repot, ribet namun itulah makna bersama. Makna memberi keiklasan dan membasuh nafsu duniawi.

Tahun ini ada hal beda … daging qurban berupa kornet mulai dikenalkan. Praktis. Jauh dari bau, repot dan ribut plus pemandangan tak tega. Hal syah tidaknya dari kacamata agama terbisik jadi wacana. Antara anti dan pro dengan segala batas pemahaman dan sudut pandang pemikiran muncul ke permukaan.

Bagi aku teknologi & perubahan juga kemajuan bukanlah barang haram apalagi bisa sepakat dengan agama sebagai landasan. Ada yang lebih kompeten bicara dan memutuskan hal ini. Meskipun dalam hatiku tersisa satu pertanyaan ... akankah dalam indigrient daging kornet itu ada terkandungan „kebersamaan“ nya. Setidaknya 50% dari nettonya? Ataukah hanya cukup Label praktis sebagai penggantinya? Mungkin akan lebih inovative bila telah ada macam rasa didalan kalengnya. Pilih rasa rendang atau balado.

Memberi bukanlah sekedar merelakan uang menguap hilang. Namun lebih dari itu. Dengan memberi bisa terciptakan satu jembatan antara kekayaan hati penderma dan cinta Tuhan. Satu ikatan batin dengan sesamanya. Ini bukanlah hal yang praktis!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/21/2005 02:47:00 PM - 1 comments

Kota Kertas Kardus

By: Sam (210105.13.36)


Tiga hari yang lalu langit mengguyur tak pernah terpuaskan …. Basah, malah terlau berair. Seperti tahun sebelumnya, tahun lalu, lalunya lagi dan lagi. Banjir tak terelakkan. Ritual tahunan yang terpaksa direlakan untuk di maklumi ... tradisi tahunan yang tak bisa membukakakan mata hati. Apakah terlanjur dinikmati? Dua hari terguyur beberapa area kembali tergenang, pengungsi naik ke jalanan dan denyut nadi kota tersendat merayap, lumpuh!!! Sedemikian rapuhkah kota ini?

Kota ini berdiri bagai tatanan kotak kardus yang tertumpu pada ranting dan daun kering. Kemarau akan tersulut apinya, penghujanpun akan menghanyutkannya. Kota yang terpondasi bukan dengan hati dan pemikiran masa depan tapi pada hal sesaat dan seteguk keuntungan. Kota yang kehilangan dinding nuraninya juga atap keadilannya. Lalu kemana anak-anaknya bisa berlindung?

Kota ini terlalu banyak kutuk, jeritan dan harapan .. namun matanya masihlah terpejam. Masih berapa lama lagi kita menunngunya untuk bangun. Haruskah ditunggu? Mengapa tak bersama dibukakan matanya?

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/21/2005 02:45:00 PM - 0 comments

Kearifan Emas

Tuesday, January 18, 2005

By: NN

Seorang pemuda mendatangi Zen-sei dan bertanya, "Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat perlu, bukan hanya untuk penampilan melainkan juga untuk banyak tujuan lain."

Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata, "Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?" Melihat cincin Zen-sei yang kotor, pemuda tadi merasa ragu, "Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu." "Cobalah dulu, sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil."

Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali ke padepokan Zen-sei dan melapor, "Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak."
Zen-sei, sambil tetap tersenyum arif, berkata, "Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian."

Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zen-sei dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melapor, "Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar." Zen-sei tersenyum simpul sambil berujar lirih, "Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya "para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar" yang menilai demikian. Namun tidak bagi "pedagang emas".

" Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu butuh proses. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas "

" Don't look outsight, Look Insight, Deeply... "

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/18/2005 03:00:00 PM - 0 comments

Sisi Buruk

By: Trevor Klein

Seorang pria dan kekasihnya menikah dan acaranya pernikahannya sungguh megah. Semua kawan-kawan dan keluarga mereka hadir menyaksikan dan menikmati hari yang berbahagia tersebut.Suatu acara yang luar biasa mengesankan.Mempelai wanita begitu anggun dalam gaun putihnya dan pengantin pria dalam tuxedo hitam yang gagah.Setiap pasang mata yang memandang setuju mengatakan bahwa mereka sungguh-sungguh saling mencintai.

Beberapa bulan kemudian, sang istri berkata kepada suaminya, "Sayang, aku baru membaca sebuah artikel di majalah tentang bagaimana memperkuat tali pernikahan" katanya sambil menyodorkan majalah tersebut."Masing-masing kita akan mencatat hal-hal yang kurang kita sukai dari pasangan kita. Kemudian, kita akan membahas bagaimana merubah hal-hal tersebut dan membuat hidup pernikahan kita bersama lebih bahagia....."Suaminya setuju dan mere! ka mulai memikirkan hal-hal dari pasangannya yang tidak mereka sukai dan berjanji tidak akan tersinggung ketika pasangannya mencatat hal-hal yang kurang baik sebab hal tersebut untuk kebaikkan mereka bersama. Malam itu mereka sepakat untuk berpisah kamar dan mencatat apa yang terlintas dalam benak mereka masing-masing.

Besok pagi ketika sarapan, mereka siap mendiskusikannya. "Aku akan mulai duluan ya", kata sang istri. Ia lalu mengeluarkan daftarnya.Banyak sekali yang ditulisnya, sekitar 3 halaman... Ketika ia mulai membacakan satu persatu hal yang tidak dia sukai dari suaminya, ia memperhatikan bahwa airmata suaminya mulaimengalir....."Maaf, apakah aku harus berhenti ?" tanyanya. "Oh tidak, lanjutkan..."jawabsuaminya.

Lalu sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar, lalu kembali melipat kertasnya dengan manis diatas meja dan berkata dengan bahagia "Sekarang gantian ya, engkau yang membacakan daftarmu".Dengan suara perlahan suaminya berkata "Aku tidak mencatat sesuatupun di kertasku.Aku berpikir bahwa engkau sudah sempurna,dan aku tidak ingin merubahmu. Engkau adalah dirimu sendiri. Engkau cantik dan baik bagiku. Tidak satupun dari pribadimu yang Kudapatkan kurang...."Sang istri tersentak dan tersentuh oleh pernyataan dan ungkapan cinta serta isi hati suaminya.Bahwa suaminya menerimanya apa adanya...

Ia menunduk dan menangis.....Dalam hidup ini, banyak kali kita merasa dikecewakan,depressi,dansakithati.Sesungguhnya tak perlu menghabiskan waktumemikirkan hal-hal tersebut.Hidup ini penuh dengan keindahan, kesukacitaan dan pengharapan. Mengapa harus menghabiskan waktu memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan dan menyakitkan jika kita bisa menemukan banyak hal-hal yang indah di sekelilingkita?Saya percaya kita akan menjadi orang yang berbahagia jika kita mampu melihat dan bersyukur untuk hal-hal yang baik dan mencoba melupakan yang buruk. Trevor Klein

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/18/2005 02:53:00 PM - 2 comments

Kepahitan Hidup

By: NN
Suatu hari seorang tua bijak didatangi seorang pemuda yang sedang dirundung masalah.Tanpa membuang waktu pemuda itu langsung menceritakan semuan masalahnya.Pak tua bijak hanya mendengarkan dgn seksama, lalu ia mengambil Segenggam serbuk pahit dan meminta anak muda itu untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya serbuk pahit itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba minum ini dan katakan bagaimana rasanya ", ujar pak tua.

"Pahit, pahit sekali ", jawab pemuda itu sambil meludah ke samping. Pak tua itu tersenyum, lalu mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga belakang rumahnya. Kedua orang itu berjalan berdampingandan akhirnya sampai ke tepi telaga yg tenang itu. Sesampai disana, Pak tua itu kembali menaburkan serbuk pahit ke telaga itu, dan dgn sepotong kayu ia mengaduknya.

"Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah." Saat si pemuda mereguk air itu, Pak tua kembali bertanya lagi kepadanya, "Bagaimana rasanya ?" "Segar ", sahut si pemuda. "Apakah kamu merasakan pahit di dalam air itu ?" tanya pak tua. "Tidak, " sahut pemuda itu.

Pak tua tertawa terbahak-bahak sambil berkata: "Anak muda, dengarkan baik-baik. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam serbuk pahit ini,tak lebih tak kurang. Jumlah dan rasa pahitnyapun sama dan memang akan tetap sama.Tetapi kepahitan yg kita rasakan sangat tergantung dariwadah yang kita miliki.? Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkannya. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu yg kamu dapat lakukan; lapangkanlah dadamu menerima semuanya itu, "luaskanlah hatimu" untuk menampung setiap kepahitan itu."

Pak tua itu lalu kembali menasehatkan : "Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya.Jadi jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yg mampu menampung setiap kepahitan itu, dan merubahnya menjadi "kesegaran" dan "kedamaian."

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/18/2005 02:50:00 PM - 0 comments

My Friend’s Present

Monday, January 17, 2005

By: Sam (170105.22.07)
Aku sudah kehabisan akal dengan blog ini. Polos dan hanya terisi sederetan tulisan di sana. Satu satunya petunjuk bahwa ini blog milikku hanyalah profile.... photopun tak ada disana. Memang less is beauty. Tapi bukan untuk blog ini. Rere temenku sejak TK yang mengenalkan aku dengan Blog bersedia mengajari secara tutorial. Kurang beruntung kesibukanku kembali jadi alasan. Aku menyerah.

Aku baru membuka blog ini pagi tadi. Dan ... aku mesti berucap “ memang …. more is beauty“ !!! Thanks Nien, ini berkat kamu. Rupanya membershipku sebagai friend ke 200 di Friendster kamu bener bener ada point rewardnya. Semestinya Nien lah yang dapat present untuk b”daynya tengah bulan ini. Again thanks …friend !!! Wish u all the best in ur life. Happy Birthday!!!

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/17/2005 10:50:00 PM - 2 comments

Sahabat Virtual

By: Sam (170105.17.31)

Tiap pagi mataku tak lepas dari Pcku. Jariku fasih bertanggo di atas tusts merangkai kalimat empaty, canda bahkan cerita cerita keseharian dan juga mengatur acara. Semua kulakukan dalam ruang yang cukup besar untuk menampung curahan kebutuhan batin semua penduduk dunia... yahoo mesenger. Aku tak sendiri! Disana ada beberapa kawan dengan keinginan dan kebutuhan yang sama untuk berkawan meski berbeda motif dan tujuan. Syah saja....

Satu kali ku bertemu dengan teman lama yang tak lagi percaya apa itu cinta, teman jauh yang memuja apa itu indahnya cinta, juga teman yang aku blok karena mengumbar nafsu dan menyepelekan hakikat satu cinta. Semuanya tentang cinta. Satu kata yang selalu dicari esensinya ...

„Bullshit...“ satu kali seorang teman mengomentari hoby baruku ini. „Mereka semua ngibul, mengapa harus percaya dengan hal virtual. Mereka hanya mempermainkan imajinasi dan kepercayaan”

Benarkah?

Hakekatnya aku orang yang percaya suatu proses. Bila proses itu dilakukan dengan sepenuh hati dan tulus … hasilnyapun ku yakin tak jauh beda dengan pa yang telah kita tanam. Akankah selalu begini. Tidak!!! Namun bukan berarti kalau kita sekali terantuk batu dan jatuh kita enggan lagi untuk berjalan atau berfikir bahwa setiap jalan berbatu.

Just try to have a positif thinking !!!

Virtual ini memberiku sahabat sahabat yang luar biasa dengan kehidupan dan cerita hidup kami. Memberi makna hakekat dari satu hidup … bahwa kasih itu bagai benih. Dia akan tumbuh dan berbuah bila ditebarkan bukan karena disimpan.

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/17/2005 06:20:00 PM - 2 comments

Refleksi Setengah Tiang

By: Sam (170105.17.15)
Tahun baru belum jauh berlalu, baru 17 hari berselang. Banyak orang berharap tahun baru merupakan moment perubahan tak terkecuali diriku. Rejeki, Umur dan jodoh. Tiga hal yang jauh dari kendali manusia seringkali jadi dasar satu doa. Terlebih disaat roda hidup terpuruk jatuh ... dilumpur.

Sorak sorai tahun baru memang tak segemuruh tahun sebelumnya. Tiang duka terkibar bendera ditengahnya. Indonesia berduka. Tak henti televisi memberitakan, juga radio dan surat kabar. Pundi pundi bantuan sukarelapun mengalir diantara konser amal hingga kotak-kotak sukarela di terik perempatan. Wujud kedukaan bagi hati-hati yang kehilangan orang terkasih dan masa depan yang dipertanyakan.

Aceh...wujud keelokan dan berbagai konflik. Wujud kuasa Tuhan yang tak tersangsikan kedahsyatannya. Wujud Suatu cermin bahwa rejeki, umur dan Jodoh ...kepada Tuhan semua itu kembali..... Tak perlu menghujat apa yang terjadi..lapangkanlah jiwa ini untuk terang dalam mencari solusi.

Selamat tahun baru, moga jadi diri bangsa ini terketuk melihat peristiwa ini.

posted by kinanthi sophia ambalika @ 1/17/2005 06:17:00 PM - 0 comments